9PM at Ackerman’s Folley
“What’s with hosting the Brunch agenda this week? Saya tau Ayah pasti merencanakan sesuatu,” Levi Ackerman mengeluarkan kata-kata dari mulutnya dengan geram segera setelah dirinya berhasil masuk ke ruangan kerja ayahnya sambil menggenggam secangkir teh di tangan kanannya.
Anak lelaki tertua keluarga Ackerman tidak mengerti mengapa ayahnya begitu suka dengan kemeriahan dan spotlight yang tertuju padanya. Menurut Levi, hal-hal semacam itu hanya sebagai ajang show off yang sangat tidak disukainya karena Levi sendiri merupakan sosok yang low profile.
“Pieck harus diberi sambutan yang pantas untuknya, begitu pula dengan kehamilan Petra, semua orang perlu tahu kalau kita akan menyambut cucu pertama darah Ackerman.”
“If you understand Pieck enough, dia nggak suka sama huru-hara pesta. Dan untuk Petra, saya rasa itu nggak perlu diumumkan secara berlebihan,” sanggah Levi.
Mr. Ackerman hanya mengerutkan dahinya dan kemudian berdecak, “Jangan naif, Levi. Ayah melakukan semua ini bukan untuk kalian, tapi untuk kepentingan ayah sendiri.”
“Seperti biasa, I don’t have anything to stop you, don’t I?”
Levi hanya bisa menghela nafas pasrah, selama ini dirinya telah menjadi jembatan untuk kesuksesan seluruh rencana-rencana ayahnya dari yang baik hingga buruk sekalipun. Dirinya mungkin memiliki persona sekeras batu karang, namun Levi tidak memiliki hati untuk melawan Ayahnya, karena secara tidak langsung jika dia melawan kehendak Ayahnya, kedua adik perempuan dan istrinya akan ikut terancam.
“Pastikan Pieck datang dengan suami sialannya itu.” merupakan serangkaian kata yang Levi dengar dari ayahnya sambil menggerutu dengan nada tidak suka sebelum dirinya melangkah keluar dari ruangan kerja pribadi milik ayahnya.
Kedua netra Levi menangkap sosok sang istri, Petra Ral yang sedang menunggunya di teras kediamannya yang berada tepat di sebelah timur mansion utama Ackerman. Petra yang wajahnya tidak pernah redup, rupanya semakin indah di sudut pandang Levi ketika wajah istrinya diterangi oleh sinar rembulan.
“Kenapa nunggu di luar? Dingin padahal.”
“Tadinya malah mau susulin kamu ke mansion.”
“No need to, ayo masuk.”
Kemudian keduanya melangkah beriringan masuk ke dalam hunian milik keduanya, Levi memang tidak banyak melakukan gesture romantis kepada pasangannya. Dirinya justru cenderung bersikap acuh, namun Petra tahu betul bagaimana suaminya memberikan bentuk afeksinya lewat hal lain, dan menurutnya itu sudah lebih dari cukup.
“Oh ya—talking about about the Brunch, kamu udah denger kan?” tanya Levi yang hanya dibalas anggukkan ringan oleh Petra yang sedang sibuk bersenandung ceria.
“Si bangkotan tua itu mau ngumumin kehamilan kamu,”
Petra menarik alis sebelah kanannya keatas, merasa heran, “Loh, aku juga punya rencana buat ngasih tau temen-temen kita waktu Brunch!” balasnya Petra riang.
“Gak semua orang bakal suka sama kabar ini, Petra.”
Petra tahu Levi sedang berpikir keras dan begitu khawatir mengenai akibat dari kehamilan Petra yang diketahui publik. Memiliki sebuah momongan memang menjadi berkah bagi mereka yang mengharapkannya dengan sukacita, namun hal itu tidak luput dari perebutan harta dan tahta yang kemudian kehadiran seorang anak akan menjadi sebuah ancaman dan titik lemah bagi suatu keluarga. Digenggamnya tangan Levi dan diremasnya lembut, Petra berusaha memberikan ketenangan melalui genggamannya.
“Tenang, Rivaille. Ada kamu yang bisa lindungi saya dan anak kita, I believe in you.”