Behind The Breakup
ps. contains major flashback
Ino harus menelan fakta pahit bahwa dia nggak satu kelas dengan Shikamaru waktu kelas 12. Jadi Ino sebagai pacar yang jelas lebih nggak mageran di antara keduanya, dia punya tugas untuk ngapelin Shikamaru di kelasnya atau mengajak cowok itu ke kantin dan makan bareng. Tentunya nggak cuma berdua sih, karena Chouji, Naruto, Sasuke, dan Sakura pasti gabung dengan sepasang kekasih itu di meja yang sama.
Singkat cerita, di suatu siang pada bulan September, tepatnya tanggal 22 di mana ulang tahun Shikamaru yang kebetulan bertepatan dengan agenda class meeting untuk merayakan hari jadi hari jadi sekolh mereka, Ino sudah berseri-seri buat nyamperin pacarnya itu di kelasnya. Kebetulan saat itu juga sedang free time karena lomba-lomba class meeting telah selesai dilaksanakan.
Niat awal, Ino mau mengajak Shikamaru ke suatu sudut sekolah. Karena dia—dibantu oleh Chouji cs, sudah menyiapkan surprise kecil-kecilan untuk merayakan ulang tahun ke-17 Shikamaru.
Waktu Ino sudah hampir sampai di depan kelas Shikamaru, dia bisa melihat pacarnya sedang ngobrol sambil memasang muka asem bersama beberapa teman-teman cowok satu kelasnya.
Ino sudah bersiap memanggil Shikamaru, namun niatnya itu diurungkan karena dia nggak sengaja mendengar sebuah percakapan yang sangat membuat cewek itu merasa hatinya dihujani oleh ratusan pisau tajam.
“Woy! Gimana sih lu kok keterusan pacaran sama Ino sampe tiga bulan? Padahal perjanjian taruhan kita kan cuma sebulan!”
Perjanjian taruhan?
Sambil bersembunyi di balik tembok kelas Shikamaru, Ino sangat berharap kalau dia salah dengar atau pertanyaan itu ditujukan kepada orang lain. Tapi pertanyaan dari salah satu teman Shikamaru itu jelas ditujukan untuk pacarnya, lagian siapa juga pacar Ino saat ini kalau bukan Shikamaru?
Berarti, satu-satunya harapan Ino saat itu adalah kalau dia salah mendengar. Namun, harapannya pupus seketika dia mendengar suara yang jelas milik Shikamaru.
“Diem deh lo. Biar gue yang urus.”
“Widih ngeri. Udah ngapain aja lo Shik sama Ino??” tanya salah satu teman Shikamaru yang lain.
Dengan nada malasnya, suara Shikamaru terdengar jelas di kedua telinga Ino. “Bacot dah.”
Setelah mendengar percakapan singkat barusan, Ino langsung lemas dan matanya seketika memanas. Dia masih bersusah payah mencerna kalau percakapan tersebut mengandung fakta atau tidak.
Ino masih belum, atau lebih tepatnya nggak mau percaya kalau selama ini dia hanya dijadikan objek taruhan oleh Shikamaru.
Cewek itu ingin menyangkal, tapi kemudian dia teringat dengan bagaimana sikap Shikamaru kepadanya meskipun mereka berdua sudah pacaran.
Shikamaru tetaplah Shikamaru yang malas. Selama pacaran, selalu Ino yang punya inisiatif untuk mengajak cowok itu pergi kencan atau melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan oleh pasangan kekasih. Sementara Shikamaru sendiri ogah-ogahan, cowok itu hanya mengikuti kemana Ino akan membawanya, sama sekali tidak menunjukan effort yang sama dengan Ino.
Cewek itu ingin menangis, tapi dia tidak boleh menangis di depan kelas Shikamaru. Ino nggak mau kalau Shikamaru tau dia mendengar percakapan tadi.
Kemudian Ino berlari dan menemui teman-temannya yang sudah menunggu. Sakura menjadi orang pertama yang melihat Ino berlari sambil menangis, maka cewek bersurai merah muda itu dengan sigap memeluk sahabatnya. “Ino?? Lo kenapa kok nangis??”
Ino menggeleng, “Nggak apa-apa Sak. Nanti gue ceritain.”
Tapi baik Sakura, Chouji, Naruto, maupun Sasuke yang ada di sana jelas tau kalau Ino sedang tidak baik-baik saja.
Pada akhirnya, perayaan kecil-kecilan itu tetap berlangsung. Shikamaru berhasil diseret oleh Naruto karena Ino meminta tolong teman pirangnya itu untuk membawa Shikamaru ke sudut sekolah. Meskipun berjalannya perayaan ulang tahun Shikamaru penuh riang, Ino sama sekali nggak bisa menikmatinya. Bahkan waktu Shikamaru mengajak Ino untuk foto berdua—yang mana adalah fenomena langka, cewek itu merasa ingin kabur saja.
Kemudian sepulang dari sekolah, Ino langsung disambut oleh kedatangan Sakura yang terlihat sangat khawatir karena melihatnya menangis tadi. Maka Ino ceritakanlah apa yang dia dengar tadi siang.
Sakura sudah siap melayangkan bogemannya kepada Shikamaru, namun Ino menahannya. “Jangan Sak! Gue nggak mau Shikamaru tau… Kalo dia tau, gue bakal ngerasa pathetic banget.”
“Ino, tapi gue gamau tau ya. Lo harus putusin Shikamaru sebelum dia yang mutusin lo! Brengsek banget anjir itu cowok??” tukas Sakura yang menggebu-gebu.
“Iya, minggu depan gue putusin. Kalo besok gabisa, soalnya dia ngajak gue pergi buat rayain ulang tahun gue. Gue aja sampe heran dia ngajak gue jalan hahah.”
“Lama amat minggu depan!”
“Lagian kalo kecepetan, nanti Shikamaru bisa curiga kalau ada kemungkinan gue denger percakapan dia sama temen-temennya.”
“Oh iya bener juga…”
Setelah itu, hanya Sakura yang tau rahasia Ino sampai dua tahun kemudian. Ino juga sudah memperingatkan Sakura untuk bersikap biasa saja ke Shikamaru—yang mana sangat susah dilakukan oleh cewek bersurai merah jambu itu, sebab Ino nggak mau ada drama di antara lingkaran pertemanan mereka, apalagi kalau dramanya dari dia sendiri.
Seminggu berikutnya, Ino mengajak Shikamaru berbicara di depan teras rumah cowok itu. Tanpa basa-basi, Ino langsung mengatakan intensi nya ke Shikamaru sambil susah payah untuk menahan supaya nggak menangis atau memaki cowok itu.
“Shika, maaf nih sebelumnya. Gue rasa kita cukup sampai di sini aja deh.”
Shikamaru yang merasa nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba Ino minta putus, langsung kaget. “Lo… lagi bercanda? Atau ngeprank?”
Justru lo yang nge-prank gue, anjing. Kata Ino di dalam hati.
Waktu Shikamaru melihat Ino menggeleng dengan mantap dan bilang kalau cewek itu nggak bercanda, Shikamaru langsung mencengkeram dua bahu Ino kencang.
“Gue ada salah apa sama lo, Ino?”
Banyak.
Namun yang keluar dari bibir Ino adalah, “Lo nggak ada salah kok, Shik. Cuma ya gitu… gue ngerasa kita lebih cocok jadi temen aja, bukan pacar. Thanks ya buat tiga bulan nya.”
Kemudian Ino berhasil melepaskan dirinya dari cengkeraman Shikamaru dan berbalik, sudah siap melangkah untuk meninggalkan cowok itu.
“Ino!”
Ino terpaksa menghentikan langkah yang belum sempat dia ambil ketika merasakan Shikamaru telah memeluknya dari belakang.
“Ino… Jangan gini…”
Shikamaru memohon tepat di telinga Ino, dan air matanya langsung jatuh begitu saja. Dengan susah payah, Ino menampik permohonan Shikamaru untuk dikabulkan. Dia nggak mau keras kepala dan mengabaikan fakta kalau mereka berdua pacaran hanya karena sebuah taruhan.
“Shikamaru maaf… Tapi gue beneran nggak bisa. Setelah ini kita masih temenan kok, gue janji!” dengan suara yang setengah bergetar, Ino memberikan janji yang nggak bisa dia tepati.
“Dah ya, gue mau pulang!”
Sekali lagi, Ino berhasil meloloskan dirinya dari pelukan Shikamaru. Dan tanpa menunggu balasan dari Shikamaru, cewek itu langsung berlari menuju rumahnya sendiri yang ada di seberang rumah cowok itu tanpa menoleh lagi ke belakang—di mana Shikamaru berdiri dan menatapnya punggung Ino nanar.