Birthday Dinner — The Uchiha Mansion
Suara dentingan gelas berisikan anggur merah menjadi penanda bahwa jamua. makan malam dalam rangka ulang tahun Mikoto Uchiha telah berakhir. Kini yang tersisa adalah percakapan-percakapan dari yang kurang penting sampai super penting sambil menyantap makanan penutup. Semua anggota keluarga terlihat menikmati momen tersebut sampai Mikoto bertanya.
“Ino, kapan kamu mau kasih mami cucu kedua? Sakura sudah lagi on the way loh.”
Mata Ino membelalak mendengar kalimat Mikoto, perempuan itu langsung beralih untuk melihat Sakura—sahabat sekaligus iparnya itu dengan tatapan ‘apa-apaan ini jidat?’ yang dibalas oleh perempuan bersurai merah jambu itu dengan senyum dan kata maaf yang tidak disuarakan.
Ino memutar bola matanya sebelum akan menjawab pertanyaan ibu mertua. Namun Itachi sudah mendahuluinya, “Emangnya mami kuat ngurus empat cucu?”
“Lho, jangan ngeremehin mami ya kamu Itachi. Meskipun udah hampir kepala enam, tapi mami masih seseger Ino sama Sakura ya!” ujar Mikoto yang disusul oleh gelakan tawa seluruh orang yang melingkari meja makan.
Tanpa ada yang mengetahui, tawa yang Ino keluarkan tak lebih dari sekadar bentuk formalitas.
Kehamilan kedua bukan sebuah gagasan yang Ino pikirkan untuk jangka waktu terdekat. Bahkan membutuhkan waktu tiga tahun baginya untuk meyakinkan diri dan siap mengandung anak Itachi setelah mereka menikah. Katakan lah Ino egois, tapi dia tidak siap untuk mengorbankan karirnya sebab menjadi seorang ibu bukanlah perkara mudah. Bisa dilihat hasilnya sekarang, baik Ino dan Itachi hanya punya sedikit waktu untuk benar-benar dihabiskan bersama Aeri meskipun keduanya sudah berusaha sekeras mungkin.
Ino salut dengan Sakura, perempuan itu seorang dokter dan punya karir cemerlang, tapi bisa dengan mudah mengimbangi perannya sebagai seorang ibu. Sasuke yang menurut Ino kepribadiannya terlalu kaku, ternyata adik iparnya itu adalah seorang family man sejati.
“Maaf mami, sepertinya bukan keputusan yang bijak untuk punya anak kedua kalau aku dan Mas Itachi masih super sibuk.”
Ino angkat bicara sambil memberikan senyum simpul, sedangkan Itachi meraih tangan istrinya untuk digenggam dan memberikannya sedikit rematan.
“Benar kata Ino, mi.” sahut Itachi untuk menutup topik tersebut agar tidak dibicarakan lagi, yang hanya diberikan sebuah anggukan tidak memuaskan dari Mikoto.
Makan malam sudah berakhir dan kini Ino sudah berada di dalam salah satu kamar tamu, dibalut dengan gaun malam satin nya. Sesuai dengan permintaan Mikoto, dua putra beserta istri mereka bermalam di mansion keluarga Uchiha. Aeri tidur bersama Sarada di sebuah kamar yang Mikoto buat khusus untuk dua cucu perempuannya, sedangkan Itachi dan Sasuke bersama istri mereka bermalam di kamar masa kecil keduanya masing-masing.
Ino merasakan hembusan nafas hangat di sekitar tengkuknya dan menemukan Itachi yang telah melingkarkan tangannya di sekitar pinggangnya. Itachi memeluknya dari belakang.
“What do you think?” tanya Itachi disela-sela kegiatannya memberi kecupan ringan di bahu istrinya, minghirup dalam-dalam aroma lembut lavender yang menguar.
“Apa? Tentang punya anak kedua?” kata Ino balik bertanya.
“Mhm.”
“No.”
“We are not getting any younger, Ino.”
“I know and it’s still a no.”
Ketika Ino sudah bilang tidak, maka perempuan itu akan terus bilang tidak. Keputusannya tidak akan goyah seberapa keras Itachi berusaha membujuknya, kecuali kalau istrinya sendiri yang berinisiatif merubah keputusan. Maka yang hanya lelaki itu lakukan adalah berusaha mengecup istrinya lebih dalam, membalikan tubuh Ino untuk menghadapnya, sedangkan tangannya mulai menjelajah setiap jengkal kulit halusnya yang tidak tertutupi kain.
Ketika bibir Itachi berusaha turun ke leher jenjang Ino, perempuan itu mundur satu langkah, membuat Itachi mengerang dan keheranan.
“Ngh, what’s wrong?”
“Maaf mas.”
Itachi tidak peduli dengan apa maksud dibalik permintaan maaf itu. Malam ini, Itachi hanya mau Ino. Dia kembali mencoba mempersempit jarak, namun tanpa disangka Ino sudah lepas dari kungkungan pelukannya secepat kilat dan beralih menuju ranjang.
“Ino? Kenapa?” tanya Itachi.
“Maaf, not now Itachi—not here, at least.”
Itachi hanya bisa menghela nafas dan bergabung dengan istrinya di ranjang, membaringkan diri dan menatap punggung mungil yang menghadapnya.
“Night, Ino.”
“Hmm.”
Karena entah sejak kapan, sentuhan Itachi tak lagi membuat Ino merasakan letupan gairah yang biasanya selalu dia rasakan dulu. Dan entah sejak kapan, Itachi merasakan pelukan hangat istrinya kini telah mendingin.