Can’t be Perfect

Ino melangkah masuk ke butik dimana dia dan Mami nya janjian untuk bertemu. Sore ini, agenda fitting terakhir gaun pengantin akan dilaksanakan.

Gaun pengantin siapa? Tentu saja gaun pengantin Mami nya. Benar, Mami nya akan menikah lagi setelah bercerai dengan Papinya beberapa tahun lalu.

Jujur saja, Ino sangat malas untuk terlibat dalam serangkaian urusan tentang pernikahan baru Mami nya itu. Bahkan cewek itu nggak peduli. Tapi Mami nya bersikeras untuk melibatkan Ino, sesimpel karena cewek itu adalah putri satu-satunya.

Maminya memberi kecupan di kedua pipi Ino, kemudian memindai penampilan putrinya dari ujung kepala sampi ujung kaki. “Halo sayangnya Mami, you look good today. Sini, gaun kamu sudah siap buat dicoba.”

“Hmm.” Ino cuma menjawab dengan sebuah gumam singkat dan mengikuti kemana mami nya melangkah.

Gaun-gaun yang Ino lihat terpajang di butik itu tentu saja membuatnya terkesima. Dia selalu suka melihat semua hal yang cantik. Bahkan Ino sudah punya rancangan tentang bagaimana gaun pernikahannya akan terlihat di masa depan. Namun sekarang, apa yang berkaitan dengan pernikahan justru membuat cewek itu jengah.

Ino nurut saja ketika Mami nya menyuruh dia memakai gaun untuk acara pernikahan maminya bulan depan. Dia mematut diri di cermin, memandangi pantulannya tanpa rasa minat.

Suara Mami yang ada di sebelahnya membuat Ino terlonjak. “Ino! Berat badan kamu naik ya?? Yaampun ini kenapa bagian zipper nya ketat sampai nggak bisa dinaikkan ke atas??”

Ino memutar bola mata, kemudian memutar badannya sehingga punggungnya bisa dia lihat di pntulan cermin. Dan ternyata benar, bagian zipper gaun itu nggak menutup dengan sempurna.

Cut me some slack, Mami! It’s been a hectic week dan aku emang makan banyak, biar nggak stress.” jelas Ino.

No excuse, Ino. Kan mami sudah bilang untuk jaga pola makan kamu! Pasti makan kamu nggak bener ya? Aduh, makanya nggak usah main sama Chouji lagi deh, bisa setiap hari nanti kamu makan daging. Jadi gendut gini kan!”

Ukuran tubuh Ino jelas nggak bisa dikatakan gendut, bahkan designer yang sedari tadi membantu memasangkan gaun untuk Ino hanya bisa meringis mendengar omelan customer nya.

Ino cuma bisa menunjukan ekspresi jengahnya, amarah nya mulai naik ke puncak namun harus dia tahan. “Udah selesai ngomelnya?”

“Mulai sekarang Mami yang akan atur pola makan kamu! Kamu harus nurut Ino kalau kamu mau comeback modeling lagi. Aduh, pasti mami bakal kaget banget kalau liat angka timbangan kamu sekarang.”

Ino dan Mami nya bernaung di industri yang sama meskipun beda sektor. Ino sudah berkarir sebagai model sejak masih kecil, namun cewek itu memilih untuk hiatus dengan alasan ingin fokus terhadap studinya. Sedangkan Mami Ino adalah mantan artis papan atas. Sehingga masalah berat badan cukup sensitif untuk keduanya. Sebab, kesempurnaan adalah yang harus mereka miliki.

“Kalau udah selesai aku pulang.” tukas Ino final, cewek itu beralih ke designer dan memintanya untuk membantu melepaskan gaun yang masih melekat di tubuhnya. “Mbak, tolong bantu lepasin ya.”

Seusai agenda fitting gaun, Ino diantar oleh Mami nya ke gramedia di mall terdekat karena cewek itu butuh untuk membeli beberapa perlengkapan kuliah.

Ketika Ino berniat untuk membuka pintu mobil untuk keluar, kalimat Mami nya berhasil menghentikan cewek itu. “Ino. Make sure berat badan kamu sudah turun bulan depan!”

Persetan. Tanpa menjawab, Ino langsung keluar dan membanting pintu mobil itu agak keras.

Di gramedia, Ino langsung bertolak ke section komik untuk menyegarkan pikirannya. Dia bisa menghabiskan waktu berjam-jam di sana hanya untuk membaca beberapa volume komik atau novel random yang kebetulan sudah terbuka segelnya.

Saking fokusnya, Ino bahkan nggak sadar kalau di sebelahnya sudah ada orang lain sampai orang lain itu bertanya. “Baca komik juga?”

Ino sedikit kaget dan langsung menoleh ke samping, “Yaampun, Sai!”

Dan setelahnya, sepasang mata yang membentuk sabit akibat senyum adalah yang membuat Ino ikut tersenyum untuk pertama kalinya di sore itu.