Hospital Bed

Mata yang semula terpejam kini perlahan terbuka, mendapati seorang cewek yang berdiri di sebelah ranjang UGD sambil menempelkan ponsel di telinga, sepertinya cewek itu sedang tersambung dengan telefon dari sebrang sana.

Shikamaru nggak punya cukup tenaga buat mendengar apa yang cewek itu—Ino katakan, yang bisa dia lakukan saat ini adalah meringis mendapati eksistensi cewek itu. Dia sempat punya rencana untuk mencegah Ino datang ke rumah sakit, eh belum sempat menyuarakan rencananya ke Chouji (yang dia yakin sebagai orang yang ngabarin cewek itu kalau dia masuk rumah sakit), Shikamaru sudah tertidur duluan selepas tangannya diinjeksikan jarum infus.

Cewek itu menoleh seusai menutup sambungan telfonnya, dan langsung menemukan Shikamaru yang matanya sudah terbuka sambil tersenyum.

“LO TUH YA!” Ino menghadiahi pukulan ringan di bahu cowok yang masih berbaring itu, sehingga membuatnya mengaduh namun masih belum angkat bicara.

Shikamaru membiarkan Ino melanjutkan omelannya.

“Lo tuh mikir nggak sih?? Sebelum orang lain, kesehatan lo sendiri itu yang paling penting! Dari kemaren gue lihat lo mondar-mandir mulu kaya setrikaan. Ngapain sih?? Gue tau lo emang orang penting, tapi orang penting ini juga butuh istirahat! Kenapa lo malah jadi keliatan nggak tenang gini menjelang akhir periode?? Bukannya ini yang lo tunggu-tunggu? Demisioner??”

Ino seolah lupa caranya untuk bernafas ketika mengomel, sebab setelah mengeluarkan semua kalimat itu, nafasnya terengal-engal.

Shikamaru yang melihat itu sampai dibuat geleng-geleng kepala. “Udah sih, yang kemaren mah kemaren. Yang penting sekarang nih—gue dapet asupan vitamin sama istirahat.” katanya supaya Ino bisa merasa lebih tenang.

“Harus sampe sakit dulu biar lo mau istirahat??”

“Yaaa gimana ya, gue juga ga expect bakal tumbang begini.”

“Jangan nyepelein yang namanya istirahat, Shikamaru!”

“Iya iya.”

“Jangan iya iya doang! Kalo nggak ada realisasinya juga buat apa! Lo liat nih, cairan infus lo mahal, obat mahal, biaya dokter mahal! Terus—“

Aduh. Shikamaru bakal melakukan apapun untuk membuat bibir itu berhenti ngomel, biasanya yang paling ampuh buat bikin Ino stop marah-marah ya kalau bibir cewek itu dibungkam oleh bibir Shikamaru sendiri. Tapi apa daya, dia sedang diinfus, nggak bisa bergerak dengab leluasa. Untung saja entah dapat tenaga dari mana, Shikamaru memotong kalimat omelan Ino sambil sedikit merajuk, “Heh! Pas lo sakit, lo nya gue sayang-sayang. Giliran gue yang sakit, malah ngomel-ngomel!”

Ino menaikan sebelah alisnya, heran karena nggak biasanya Shikamaru protes begini. “Love language seriap orang tuh beda-beda ya, asal lo tau aja!”

Helaan nafas panjang dikeluarkan oleh cewek itu, sebelum dia bisa ngomel lebih lanjut, Chouji datang membawa beberapa kantung berisikan makanan.

“Inceeeess. Untung ini UGD lagi sepi ya, suara lo ngomel-ngomel kedengeran tuh dari pintu masuk.” Chouji langsung menuju ke salah satu bangku yang tersedia buat duduk, kemudian tangannya dia letakan di dahi Shikamaru, “Masih pusing ga? Panas lo udah turun sih.”

“Nggak, sekarang gue cuma ngantuk.”

Nggak lama kemudian, seorang dokter datang untuk memeriksa keadaan Shikamaru. “Cuma kecapean sama dehidrasi. Setelah infusnya habis juga boleh pulang, apa mau opname saja?”

Tentu saja Shikamaru menolaknya, Ino sempat protes dan berpikir kalau lebih baik Shikamaru dirawat inap supaya kondisinya bisa lebih di pantau.

Tapi Shikamaru punya alasan sendiri, katanya sih: “Di bed rumah sakit gue nggak bakal bisa tidur. Kayanya dari kemaren gue insom karena udah lama nggak tidur di kamar lo.”

Ino merotasikan bola matanya, namun pada akhirnya cewek itu nurut saja dengan kemauan Shikamaru. Cewek itu kemudian mengurus semua keperluan administrasi. Sebelum mereka benar-benar pulang ke apartemen Ino, Shikamaru melihat cewek itu sedang berbincanh dengan seseorang wanita memakai jubah putih yang dia lihat dipakai oleh dokter-dokter di rumah sakit ini.

Mereka berdua kelihatan akrab, tapi justru hal itu membuat Shikamaru bertanya-tanya. Sebab setahu dia, Ino nggak punya kenalan dokter perempuan. Shikamaru jadi teringat suatu hal, saking sibuknya, dia sampai belum sempat menanyakan sesuatu perihal wangi karbol rumah sakit yang melekat di tubuh Ino tempo hari.