EM’s Lunch

Mikasa dan Eren singgah sebentar dan meluangkan waktu untuk makan siang bersama di tengah-tengah kesibukan mereka. Keduanya memilih restoran berbintang lima dengan menu masakan Italia untuk hari ini.

“Gimana reaksi abang kamu soal Brunch kemaren?” tanya Eren pada tunangannya, Mikasa, sembari menunggu santapan makan siang mereka dihidangkan.

Not as bad as what I expected though—aku kira kita bakal ngelewatin argumen panjang sebelum dia ngalah, thanks to Kak Pieck.” jawab Mikasa sambil tersenyum.

“Terus?”

Fortunately, ada Kak Petra juga, I thank both of my sisters a lot, mereka semua berhasil bikin Levi gak meledak. Terus ya... Gitu deh akhirnya Levi kasih dukungannya buat kita,”

Levi worried too much about unnecessary things,” lanjut Mikasa sambil menggerutu.

Sejak kemarin, Eren paling khawatir dengan respon Levi atas rencana pertunangannya dengan Mikasa yang diumumkan secara mendadak. Mendengar penjelasan Mikasa barusan membuat Eren jauh lebih lega.

Good then, lagian Abangmu pasti tau lah yang terbaik buat kamu—which is me,” ucapnya dengan bangga sambil terkekeh.

Keduanya melanjutkan percakapan dan berdiskusi mengenai berbagai hal, salah satunya tentang konsep acara pertunangan mereka secara resmi dan agenda kumpul bersama lingkaran pertemanan mereka di akhir pekan sampai makanan mereka siap untuk disajikan dan kemudian disantap, Eren dan Mikasa menyantap makan siang masing-masing dengan tenang dan diselingi candaan ringan khas Eren yang mampu membuat Mikasa tak ada hentinya tersenyum.

Hubungan keduanya telah dimulai sejak mereka masih belia, dalam lingkungan keluarga high society, perjodohan merupakan hal yang lazim untuk dilakukn dengan tujuan memperkuat bisnis kedua pihak keluarga. Dalam kasus Eren dan Mikasa, perjodohan tidak menjadi hal yang sulit karena keduanya sudah beriringan bersama sejak kecil hingga timbul perasaan cinta diantara keduanya. Meskipun tidak mudah untuk mencapai ke tahap dimana mereka berdua sekarang berada sebab Eren dan Mikasa memiliki kepribadian yang jauh berbeda namun dinamikanya saling melengkapi. Mikasa selalu melihat bahwa Eren merupakan personifikasi dari sebuah kebebasan, tidak jarang dirinya merasa Eren terlalu terbang jauh, namun Mikasa ada sebagai tempat Eren untuk berpulang.


Tepat pukul dua siang keduanya menyelesaikan agenda makan siangnya, Mikasa segera mengajak Eren untuk mengantarkannya kembali ke kantor. Ketika berjalan beriringan menuju elevator, netra Mikasa menangkap sosok lelaki yang keluar dari elevator lain dan berjalan menjauhi keduanya.

“Ren, wait up. Itu Jean bukan sih?” tanya Mikasa memastikan.

Eren mengedarkan pandangannya dan kemudian matanya jatuh di salah satu objek punggung yang terasa familiar baginya, namun yang membuat Eren mengerutkan dahinya adalah perempuan yang berjalan disamping lelaki itu sambil bergandengan mesra.

“Lah iya kaya Jean... Is that Kak Pieck? The who clings into his arm?

“Bukan, that girl has a dark brown hair meanwhile Kak Pieck has a black one. Tinggi Kak Pieck juga nggak lebih dari bahu Jean,”

Eren dapat mendengar intonasi kecurigaan dari Mikasa, “You better ask Pieck where she is right now,

Tanpa disuruh dua kali, Mikasa buru-buru mengeluarkan ponselnya dan mengetik sebuah pesan yang ditujukan kepada kakak perempuannya pada saat itu juga.