Fragment of Lost Memories

Semenjak Sara masuk dan mendudukan dirinya di kursi penumpang depan mobil Gio, dirinya tidak bisa berhenti menerka-nerka tentang siapa teman Gio yang akan dia temui nanti. Sara tahu bahwasannya Gio memiliki banyak relasi pertemanan yang tentu saja orang-orang di dalamnya tidak ia ketahui. Tetapi perempuan itu tidak menutup kemungkinan kalau dia dan Gio akan bertemu ‘mereka’.

Mobil yang Gio kemudikan terjebak di antara rush hour yang membuat jalan raya menjadi sesak, sehingga membuat mereka harus memakan lebih banyak waktu untuk tiba di rumah Hazel.

Di passenger seat belakang, Hazel sibuk menyedot susu rasa pisangnya dan siap untuk diantar pulang oleh paman kesayangan setelah kelas ballet nya selesai, meskipun sebenarnya anak itu masih ngotot untuk ikut pergi bersama mereka berdua. “Uncle! Ini betulan aku nggak boleh ikut??”

No Hazel. Kamu harus ngerjakan PR buat besok loh.” jawab Gio—yang membuat Sara tersenyum karena melihat bagaimana cara lelaki itu berinteraksi dengan Hazel.

I have no homework for tomorrow, uncle!” Hazel mengerucutkan bibirnya dengan gemas dan bisa Sara lihat di rear-view mirror mobil Gio. Anak itu kemudian beralih ke guru ballet nya, “Ya Miss Sara ya? Aku boleh ikut ya please??”

Perempuan itu menoleh ke belakang dan mengulurkan tangannya untuk mengusap puncak kepala Hazel seraya tersenyum. “Next time ya Hazel, kalau sekarang, Uncle Gio sama Miss Sara mau pergi ke acara untuk orang dewasa. Nanti Hazel malah bosan di sana.”

“Janji loh ya?!” Hazel mengangkat jari kelingkingnya dan langsung disambut oleh tautan jari kelingking Sara.

Pinky promise.”

Okay, I love you Miss Sara!

“Love uncle juga nggak?” tiba-tiba Gio menimpali. Namun lelaki itu hanya mendapatkan juluran lidah Hazel sebagai balasan.

Gio beralih ke perempuan di sampingnya yang sedang terkekeh, “Pasti Hazel sering ngerepotin kamu ya?”

Sara menggeleng, semua hal manis yang Hazel lakukan di kelas balletnya langsung terlintas di pikiran perempuan itu. “Nah. Hazel justru salah satu murid yang paling adorable, she could be my favorite easily.” jelasnya riang.

“Kamu nggak bilang begitu cuma karena ada Uncle-nya di sini kan?”

I am dead serious, Gio!” secara reflek Sara memberikan sebuah pukulan ringan di bahu Gio atas pertanyaan candaan lelaki itu.

Sentuhan itu membuat Gio tiba-tiba teringat akan suatu perasaan yang familiar. Tapi dia tidak bisa tahu secara pasti apa arti perasaan itu. Intinya, rasanya seperti apa yang Sara lakukan tadi bukan lah yang pertama kali. Maka dia hanya tersenyum tipis dan bilang, “You acted like my sister, sukanya mukul-mukul gitu.”

“Eh, maaf…”

“Nah, saya nggak keberatan.”

Untuk sampai di restoran tempat teman-teman Gio sudah berkumpul, Sara harus mampir ke rumah kakak perempuan Gio untuk mengantar Hazel. Anak itu tertidur selama sisa perjalanan, membuat Gio harus menggendongnya dan membawanya ke dalam rumah. Tentu saja, Sara ikut dengan Gio.

Sara disambut hangat oleh Hara, sedangkan kakak perempuan Gio meledek adiknya habis-habisan. Hara juga tidak lupa berpesan kepada Sara dan berpesan agar perempuan itu mampir ke rumahnya next time, dengan atau tanpa Gio.

Sesampainya di restoran, Gio menggiring Sara menuju ke meja yang sudah dipesan salah satu temannya. “Temen saya yang ada di sini ada lima, rasanya rame banget meskipun. Is it okay?”

“Nggak apa-apa. Aku suka sama yang rame-rame.” Sara menjawab santai, meskipun pikirannya berkecamuk saat ini.

Lima, ya.

Sara mempertimbangkan siapa saja empat nama yang akan ditemui malam ini. Mungkin saja, lima nama itu adalah nama-nama yang dia ketahui. Mungkin saja tidak, entahlah. Yang penting perempuan itu berusaha semaksimal mungkin agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan malam ini.

“Nah itu mereka.” tunjuk Gio.

Dari jarak mereka berdua yang berada beberapa langkah dari meja tempat keempat teman Gio berkumpul, Sara bisa melihat wajah-wajah yang tidak asing buatnya, hanya terlihat lebih dewasa semenjak terakhir kali dia melihatnya.

Benar saja, itu adalah mereka.

“Guys, ini teman yang gue bilang. Hazel’s new ballet teacher, namanya Sara.”

Dengan berbaik hati, Gio memperkenalkan Sara ke empat teman-temannya. Yang tidak Gio sadari adalah bagaimana keempat temannya mematung ketika melihat kedatangannya bersama Sara.

Di sisi paling kiri, terlihat Theo yang terdiam namun bibirnya bergerak-gerak, ragu untuk berbicara sebab lelaki jangkung itu kesulitan untuk mengeluarkan secara lisan apa yang ada di isi kepala. Kemudian, ada Sonia yang terlihat sangat dramatis karena perempuan itu lompat dari posisi duduknya karena terkejut dan menutup mulutnya dengan salah satu tangan. Lalu di sebelahnya, ada Niccolo yang menelisik teman perempuan Gio dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan wajahnya yang pias, seolah-olah dia sedang melihat hantu. Thefanya—well, kondisinya tidak jauh terkejut seperti yang lain.

Terakhir, Tareeda yang sempat kehilangan caranya untuk bernapas menjadi paling awal mengembalikan kesadarannya, perempuan itu memilih untuk bertanya. “Sara? Is that really you, Serenada?”

Gio dibuat heran dengan reaksi kelima temannya. Dia melihat mereka secara bergantian, kemudian beralih ke Sara yang sangat membuat lelaki itu terkejut. Sebab Gio menemukan air mata yang mengalir turun di pipinya.

Guys? What happened? Kalian sudah kenal sama Sara?”

Sekarang giliran Theo, Sonia, Niccolo, Thefanya, Tareeda, dan Sara yang menumpahkan seluruh atensi mereka ke lelaki itu.

Di antara mereka semua, hanya Gio yang tidak tahu bahwa mereka tumbuh bersama sebagai lingkaran pertemanan yang sama. Atau lebih tepatnya, Gio melupakan bahwa sebenarnya Sara juga tumbuh bersamanya dan kelima teman lainnya.

Sebab, fragmen-fragmen memoar milik Gideon tentang Serenada telah hilang.

“Waduh! Gue laper nih, ayok buruan pesen makanan kalian.” Sonia buru-buru kembali ke tempat duduknya, kemudian secara gusar membuka buku menu. Hal itu jelas dilakukan untuk mengalihkan perhatian Gio.

Theo secara otomatis ikut membantu Sonia untuk mencairkan suasana dengan menyetujui perkataan temannya. “Eh iya loh laper. Nungguin Gio sih kelamaan. Sara sini gabung sama kita!”

Tatapan lembut Tareeda tertuju kepada Sara, perempuan petite itu menggandeng dan memeluknya sejenak. Setelah itu baru membawa Sara untuk duduk di seberangnya. “Gio! Gue pinjem temen lo dulu ya hehe.”

“Jangan diusilin Ree anaknya.” Gio mengangkat bahunya santai dan mendudukan dirinya di kursi kosong di sebelah Sara. “Pesen gih, bills on me ya.

Sedangkan Sara tersenyum saja, dia jelas punya banyak hal untuk dijelaskan. Tapi itu bisa menunggu, sekarang Sara hanya akan menikmati makan malamnya bersama Gio dan keempat teman lainnya yang sudah bertahun-tahun tidak berjumpa dengannya.