Ghost of Yesterday

Hinata mendapati Neji yang sudah duduk di sofa ruang tamu kediaman Hyuuga, melihat sepupunya lagi setelah satu minggu pergi dari rumah itu rasanya membuat Hinata senang dan takut sekaligus, entah maksud kedatangan Neji kali ini untuk benar-benar pergi atau kembali tinggal.

“Kak Neji, mau minum apa?” Hinata meringis mendengar pertanyaannya sendiri, dia nggak suka memperlakukan Neji seperti ini, seperti seorang tamu, seolah-olah lelaki itu bukan keluarganya.

“Nggak usah repot-repot.” balas Neji singkat, kemudian meminta sepupunya itu untuk duduk, “Sini duduk Hinata.”

Tanpa di suruh dua kali, Hinata bergabung di sofa panjang yang sama dengan Neji. Dengan canggung, Neji bilang, “Kakak minta maaf.”

Mendengar Neji menyebut dirinya sebagai ‘kakak’ ketika berbicara dengan Hinata membuat hati gadis itu semakin remuk akan rasa rindu. Sudah berapa tahun ya sejak terakhir kali Neji bilang begitu?

Karena belum juga mendapat respon, Neji melanjutkan, “Kakak minta maaf karena sudah memperlakukan kamu dengan buruk.”

Hinata masih diam, bingung harus merespon bagaimana.

“Seharusnya kakak nggak begitu. Kakak nggak dewasa, egois, gabisa menerima apa yang sudah terjadi, dan terjerat di masa lalu.”

Neji kecil tumbuh di tengah keluarga besar yang selalu membandingkan keluarga Ayahnya (Hizashi) dan keluarga Ayah Hinata (Hiashi), apalagi keduanya adalah saudara kembar. Bukan salah dia kalau kebetulan Ayahnya nggak bisa seberuntung atau sesukses Ayah Hinata. Tapi kenapa selalu Neji yang terkena imbasnya?

Bagi keluarga besar Hyuuga, Hizashi memiliki kedudukan yang lebih rendah dari Hiashi karena beliau nggak lebih sukses ataupun beruntung. Maka ketika Hiashi jatuh sakit dan perlu donor ginjal untuk menyelamatkan nyawanya, Neji kecil berpikir bahwa Ayahnya dipaksa untuk mendonorkan ginjalnya karena keluarga besar nggak mau kehilangan Hiashi yang nyawanya lebih berharga. Menurut Neji, bagi mereka kehilangan Ayah Neji bukan sesuatu yang perlu disesali.

Neji yang waktu itu masih belum dewasa diselimuti oleh kebencian yang sudah dia bendung sejak kecil, hanya semakin bertambah ketika Ayahnya jatuh sakit sampai meninggal. Hal itu membuat Neji melampiaskan kebenciannya kepada keluarga Hiashi, Hinata si sepupu yang tumbuh bersamanya sejak tak terkecuali.

Baru ketika Neji membaca catatan jurnal pribadi sang Ayah, dia menemukan sesuatu hal yang menjadi titik di mana dia menyadari apa yang dilakukannya adalah salah. Sebuah kenyataan bahwa Hizashi tidak pernah menerima paksaan untuk mendonorkan ginjalnya kepada kakak kembarnya, Hiashi. Semua yang Ayah Neji lakukan adalah murni atas dasar kasih sayang antar sesama saudara. Nggak ada ikatan darah yang lebih kental dari keluarga, dan Neji masih teringat perkataan Ayahnya dulu kalau, “Sebagai keluarga, kita harus melindungi satu sama lain.

Dengan itu, rasa yang membutakannya selama ini telah memudar. Neji tersadar bahwa apa yang dia lakukan selama ini sama sekali nggak dewasa dan itu berarti dia nggak menghargai keputusan Ayahnya untuk menolong dan melindunginya. Hal terakhir yang ingin Neji lakukan adalah mengecewakan ayahnya.

“Maaf Hinata, kamu nggak salah apa-apa. In fact, nggak ada yang salah di sini. You don’t deserve this.” kata Neji sekali lagi, kali ini dia terdengar putus asa.

Hinata meraih tangan Neji yang bergetar untuk digenggam, “Kak Neji, aku ngerti kok… Papa sudah cerita soal jurnal Om Hizashi.”

“Harusnya minta maaf aja nggak cukup, rasanya kaya… kakak ga pantes dapet maaf dari kamu.”

“Kak Neji mau tau sesuatu nggak?”

“…..”

“Di dunia ini nggak ada yang lebih aku pengen dari kita biar bisa kaya dulu lagi. Akur kaya saudara sebagaimana mestinya, main dan belajar bareng. Ngelakuin banyak hal bareng. Aku kangen sama kita yang dulu, Kak. Nggak cuma aku, Papa dan Hanabi juga.”

Hinata adalah perempuan yang memiliki hati besar. Ketulusan adalah energi terbesarnya dan Neji nggak mau itu semua pudar. Maka yang mulai sekarang akan Neji lakukan adalah melindunginya, bukan sebagai bentuk penyesalan, namun sebagaimana seorang kakak melindungi adiknya.

Neji mengangguk, ekspresi wajahnya sudah menunjukan kalau beban yang dia pikul dari masa lalunya sudah sepenuhnya runtuh. Lelaki itu kemudian tersenyum dan tanpa disangka-sangka, Hiashi datang bersama Hanabi (adik Hinata) menuruni anak tangga untuk menghampiri Neji.

“Neji. Maafin Om.”

Neji ditarik Hiashi ke dalam pelukannya. Hiashi, Pria paruh baya yang selalu membuat Neji teringat dengan mendiang Ayahnya karena saking miripnya memberikan pelukan hangat untuk Neji, membuat tangisan lelaki itu pecah atas kerinduannya terhadap sang Ayah.

“Maafin Om karena sudah bikin kamu merasa seperti itu ya, Nak.”

“Iya Om, Neji minta maaf juga.”

Setelah itu, Hinata dan Hiashi membujuk Neji untuk kembali ke rumah dan tetap tinggal bersama mereka. Namun Neji menolaknya dengan alasan dia ingin hidup lebih mandiri dengan tinggal seorang diri. Neji juga menambahkan kalau mereka nggak perlu khawatir, sebab dia bakal sering berkunjung. Hanabi berjanji nggak akan ada orang yang bisa membongkar kamar Neji di rumah itu, maka ketika Neji ingin datang, dia bisa datang kapanpun dan ada tempat buatnya untuk stay.

Begitulah, masa lalu beserta rasa pilu yang menghantuinya sekarang resmi ditutup untuk membuka jilid lembaran baru.