Laporan Pertanggung Jawaban

Ikatan rambut Shikamaru sudah mengendur, membuat beberapa anak rambut yang biasa terikat jadi jatuh ke dahinya. Begitu juga dengan Naruto, surai pirangnya mencuat-cuat dengan tidak beraturan. Jangan lewatkan bagaimana kuyunya kedua mata mereka pada sore itu, yang jelas, proses menyusun Laporan Pertanggung Jawaban adalah yang paling bertanggung jawab atas penampilan acak-acakan dan lemasnya mereka kali ini.

Sama seperti Sasuke, Neji, Sai, Chouji, dan kepala departemen HIMAHI lainnya yang sedang berkumpul bersama staff departemen masing-masing di tempat yang mereka pilih untuk menyusun LPJ—Shikamaru dan Naruto selaku sepasang ketua dan wakilnya, melakukan hal yang sama sejak pagi hingga sore di kontrakan yang biasa mereka jadikan basecamp.

Naruto sudah berkali-kali terdistraksi dan berakhir dengan rebahan sambil scroll tiktok di layar ponselnya selama proses pengetikan laporan tersebut. Dan pada akhirnya, dia menyerah. “Shik, udah dulu yuk.” kemudian cowok itu menekan shortcut CTRL+S untuk menyimpan file laporan yang belum selesai disusun itu.

Shikamaru yang semula sibuk sendiri dengan laporan bagiannya berpikir bahwa ada baiknya mereka istirahat. Namun sebelum itu, Shikamaru yang lumayan perfeksionis berkata, “Mana sini gue cek dulu bagian lo.”

Beliau ini memang malas dan mageran, tapi bukan menjadi masalah besar buat Shikamaru kalau sudah dituntut untuk menjadi profesional, teliti, dan pintar mengatur waktu.

“Masih banyak typo-nya nih, ntar dibenerin ya. Isinya udah oke, tapi analisis nya tulis yang lebih detail coba. Kayaknya bagian kendala proker ada banyak deh, gue simpen catetannya kok.” Shikamaru menjelaskannya secara rinci, sedangkan Naruto menganggukan kepalanya saja. Kemudian Shikamaru menyerahkan kembali laptop Naruto setelah berkutat selama beberapa menit pada layarnya. “Abis ini kita cari makan. Sisanya dilanjut besok.”

Naruto menghela nafasnya lega karena pada akhirnya sesi tempur mereka hari ini selesai juga. “ANJING AKHIRNYAAAAA.”

Untuk me-recharge kembali energi mereka, keduanya memang sengaja datang ke restoran terdekat alih-alih memesan makanan secara online. Shikamaru bilang setelah ini dia akan bertolak ke apartemen Ino terlebih dahulu sebelum kembali menyusun laporan. Karena tadi Naruto nebeng mobil Shikamaru, maka mau nggak mau dia ikut saja.

Sesampainya di depan pintu apartemen Ino, Shikamaru langsung menekan tombol dengan angka-angka sandinya dan hal itu mengundang pertanyaan julid Naruto. “Buset! Udah tau aja password apartemen nya, jangan-jangan kalian udah kumpul kebo ye??”

“Pala lo.”

Shikamaru melenggang santai saja sedangkan Naruto yang mengekorinya dari belakang. Kemudian keduanya menemukan Ino yang ternyata sedang bersama Hinata sedang melakukan hal yang sama seperti Shikamaru dan Naruto beberapa saat lalu.

Kondisi kedua cewek itu pun nggak berbeda dengan mereka. Naruto sempat shock karena sebelumnya, dia nggak pernah mendapati Ino dan Hinata seberantakan ini. Cowok itu sampai harus diam-diam menjepret foto kedua cewek itu, yang nantinya bakal Naruto buat untuk sticker meme wahatsapp. Karena asli deh, kedua cewek itu sekarang kelihatan seperti gembel.

Rambut pirang Ino dicepol asal-asalan, dan rambut Hinata yang biasa tertata lurus rapi, sekarang bentukannya sudah seperti rambut singa.

Bahkan waktu Shikamaru dan Naruto datang pun, dua cewek itu belum juga menyadari saking fokusnya pada layar laptop masing-masing dengan jemari tangan yang sibuk bergerak dengan cepat di atas keyboard. Shikamaru sampai harus mengetuk-ngetuk meja untuk mencuri atensi mereka. Setelah itu, Ino dan Hinata akhirnya menoleh juga.

“Coba kalian berdua ngaca dah, udah kaya zombie.” kata Shikamaru.

“Kaya gembel juga, Pak.” imbuh Naruto.

Dengan tenaga yang tersisa, Hinata merapikan sebentar rambutnya dan area sekitarnya yang dikelilingi oleh sampah-sampah bekas bungkus snack yang berserakan. “Aduhh maaf berantakan yaaa.”

Naruto buru-buru menghentikan apa yang sedang Hinata lakukan karena cowok itu merasa prihatin saja, sudah capek, masih harus beberes pula. “Udah-udah! Sini biar gue yang beresin, lo makan dulu aja sana Hinata. Belom makan kan??”

“Wah iya belum makan, nggak kerasa.” Hinata meringis sebab dia nggak bisa bohong kalau perutnya sudah mulai keroncongan.

“Yaudah sana! Itu gue sama Pak Kahim bawain kalian makanan!”

Hinata beranjak untuk mengambil bungkusan makanan yang Shikamaru bawa. Sedangkan Ino sang tuan rumah, masih belum juga menghiaraukan sekitarnya.

“Ino, gue nggak ada tenaga buat geret lo kesini. So get up and eat, now.” kalimat Shikamaru bukanlah sebuah permintaan, namun perintah.

Tapi bukan Ino namanya kalau cewek itu nggak membantah. “Ntar, nanggung.” Katanya singkat.

“Gue emang gak ada tenaga buat geret lo, tapi kalau buat telfon Om Inoichi masih bisa lah.”

“ARGHHH MALES BAWA-BAWA PAPI.”

Ino yang semula sama sekali nggak bersuara langsung mengeluarkan suaranya yang menggelegar. Hal itu membuat Naruto dan Hinata geleng-geleng kepala. Setelah itu, cewek bersurai pirang itu ikut bergabung dengan Hinata untuk makan.

Naruto melihat kedua cewek itu makan dengan lahap, ada rasa yang menggelitik perutnya ketika melihat cara makan Hinata yang berkecepatan tinggi. Sebab biasanya cewek itu makan pelan-pelan, anggun, dan elegan. “Pelan-pelan Hin, entar keselek.”

“Hehe.”

Shikamaru kembali memindai bagaimana berantakannya kondisi apartemen Ino saat ini, “Kalian berdua kalo ngerjain LPJ yang biasa aja lah. Jangan diforsir, kita masih punya banyak waktu.”

“Biar sekalian selesai hari ini kalo bisa. Abis itu bisa rebahan!” Ino yang merasa kurang setuju kemudian bilang masih sambil mengunyah makanannya.

“LPJ kelar sih kelar, abis itu ntar kalian tipes.”

“Anjir jangan sampe, Pak!” celetuk Naruto sambil meringis.

“Makanya. Ngerjain sewajarnya aja. Kalian semua nih tanggung jawab gue. Gue gamau kalian sampe sakit cuma karena LPJ doang.”

Hinata mengangguk saja pertanda mengerti tentang kekhawatiran ketua himpunannya. Di sisi lain, Ino menatap ke arah Shikamaru, tatapannya kelihatan lelah, namun yang membuat Ino terlihat lucu menurut Shikamaru adalah mulutnya yang masih belum berhenti mengunyah.

“Telen dulu Ino.”

“Lo ngomong begitu juga terapin ke diri sendiri, awas aja!” cewek itu mengangkat telapak tangannya yang sekarang sudah membentuk sebuah bogem yang dia arahkan ke Shikamaru setelah berhasil menelan kunyahannya.

Naruto menepuk dadanya sendiri sebagai gesture kalau Ino bisa percayakan Shikamaru ke cowok itu. “Tenang aja Incess, Pak Kahim bakal aman selama ada gue!”

Setelah Ino dan Hinata selesai makan, Shikamaru pamit karena masih ada beberapa hal yang harus dia lakukan. Sebelumnya, dia memberikan Naruto sebuah opsi. “Lo mau ikut gue apa di sini aja??”

“Emang lo mau kemana pak?”

“Ke kosan gue nengok Chouji, kos Sakura dia lagi sama Tenten, abis itu kos Lee sama Shino, terakhir ke apart Neji. Nengok aja, siapa tau butuh sesuatu. Kalo Sai sama Sasuke barusan ngabarin katanya udah aman sih mereka.”

Naruto sadar bahwa Shikamaru punya perhatian yang amat tinggi terhadap rekan-rekannya. Pada saat itu juga, Naruto dibuat kagum olehnya. Karena nggak ada yang bisa lakukan selain memberikan dukungan buat inisiatif Shikamaru, Naruto dengan senang hati mengikuti kemana ketuanya hari ini akan pergi.

“Gue ikut lo, Pak. Jangan sendirian, gue juga mau bantu.”

Dan Shikamaru tersenyum simpul. “Ke bakery dulu ya, beli roti buat amunisi mereka.”

“MELUNCUUUUR.”