Levi’s Monday

Levi bangun dari tidurnya hanya untuk menemukan kekosongan disampingnya, tangannya meraih ponsel yang terletak di nakas samping kiri ranjangnya untuk mengecek pukul berapa dia terbangun. Di Senin pagi ketika matahari belum sepenuhnya terbit namun Petra sudah tidak terlihat masih berbaring tidur di sampingnya, perempuan itu tidak pernah melewatkan agenda paginya untuk menyiapkan berbagai kebutuhan bagi keduanya setiap hari.

Rasa kantuk masih menyelimuti dirinya, namun Levi tetap berusaha untuk meninggalkan tempat tidurnya dan bergegas untuk bersiap memulai hari. Biasanya, Levi akan menemui Petra di meja makan untuk bersama-sama menyantap sarapan.

“Sayang, nanti siang aku mau ke kantor to organize next month’s charity event,” ungkap Petra yang hendak mengantar kepergian suaminya menuju kantor. Petra merupakan petinggi sebuah organisasi amal milik keluarganya yang bergerak untuk memberikan bantuan bagi anak-anak dan komunitas perempuan.

“Dianter supir ya, jangan nyetir sendiri.”

“Iyaaa.”

“Yaudah, aku berangkat,” Levi mengecup kening istrinya setiap pagi sebelum benar-benar berangkat ke kantor.

Sebagai seseorang yang menduduki jabatan sebagai Executive Chairman perusahaan dalam bidang industri teknologi senjata militer, Levi Ackerman begitu passionate dalam profesinya. Hari ini akan banyak agenda yang harus dilalui dan dirinya bertekad untuk menyelesaikannya secepat mungkin begitu sampai di gedung perkantorannya.

“Selamat pagi, Pak,” sapa asisten pribadinya, Gunther Schultz, begitu dirinya masuk ke ruang kerjanya.

“Pagi—ada laporan apa?” tanya Levi to the point.

“Saya dapet laporan kalo Pak MenHan minta informasi tentang agenda transisi militer kita ke sumber energi terbarukan dengan microgrid bertenaga surya fotovoltaik,”

“Hasil meeting minggu lalu kamu susun ulang dengan Nifa, lalu beri tahu saya sebelum kamu kasih laporannya ke MenHan. Ada lagi?”

“Baik Pak, ini juga ada yang mengajukan agenda informal meeting sama Bapak,” jawab Gunther sambil.

“Zeke Jaeger, Pak.”

Levi mengerutkan dahinya dan jari-jarinya berhenti mengusap layar tablet begitu mendengar nama tersebut terucap dari asisten pribadinya. Dia sama sekali tidak ada urusan dengan pria yang tadi namanya Gunther sebutkan, pun tidak ada agenda di masa depan yang mengharuskan mereka berdua untuk saling berhubungan secara profesional. Keduanya sudah bertahun-tahun tidak memiliki kepentingan bersama.

“Kosongkan jadwal saya kapapun yang memungkinkan dan beri tahu pihak Zeke Jaeger,” ucap Levi pada akhirnya setelah berhasil dimakan oleh rasa penasarannya sendiri.

Terakhir kali berurusan dengan Zeke Jaeger, keluarganya dihadapkan dengan peristiwa yang hampir menghancurkan hidupnya dan salah satu adiknya. Levi hanya berharap kembalinya Zeke Jaeger tidak akan membawa petaka seperti apa yang terjadi di masa lalu.