Lustful Night 🔞
Setelah beberapa menit sebelumnya yang menjadi menit-menit sangat menegangkan di hidupnya, bahu Jean merosot dan dia akhirnya bisa bernafas meskipun masih tersengal ketika melihat Pieck terlelap di atas ranjang kamar hotel mereka. Peluh nya mengucur di kedua sisi wajah akibat rasa panik yang membuat kaki nya sulit digerakan untuk berlari. Namun pada akhirnya semua kekhawatiran itu lenyap sudah sekarang.
Jean mendekat ke sisi ranjang di mana Pieck berbaring miring dan terlelap, tangannya dia ulurkan untuk mengalihkan anak-anak rambut yang menutupi sebagian rupa cantik perempuan itu. Jean tidak bermaksud untuk mengganggu tidurnya, tapi mata Pieck langsung terbuka ketika merasakan sentuhan lembut Jean di sekitar area wajahnya.
“Jean…”
“Pieck, you got me worried sick.”
“Maaf…”
Jean mengangguk, pria itu semakin lembut mengusap permukaan wajah Pieck, dirabanya satu persatu setiap fitur wajah yang sama cantiknya dengan mahakarya pahatan patung Yunani. Ketika tangan Jean sampai di hidung perempuan itu, dia menariknya sambil berdecak.
“Aduh! Jean ih!” Pieck mengaduh kesakitan.
“Ck. Kenapa kamu pergi gitu aja tanpa aku?”
Kedua pipinya terasa hangat, dengan malu-malu Pieck menjawab, “Aku tadi lihat kamu lagi ngobrol sama cewek-cewek.”
“Oh,” Jean mengangkat alis dan tersenyum miring. “Kamu cemburu?”
“Hah… n-nggak!” Pieck dibuat tergagap dan mencoba menampik namun telinganya memerah dan Jean tahu kalau itu tandanya dia sedang berbohong. “Aku nggak cemburu Jean, lagian kita udah putus kan. You’re free to find someone else, siapa tahu ketemu—“
“Pieck.”
“Ya?”
“Boleh aku cium kamu?”
Karena sekeras apapun Pieck mencoba untuk menyangkal, Jean tidak akan repot-repot untuk mencoba mendengarkan. Yang menjadi pusat perhatian nya saat ini adalah bibir ranum perempuan itu ketika sibuk merapalkan kata.
“Hah? Oh… boleh.”
Kemudian tanpa diperintahkan dua kali, bibir mereka sudah menyatu karena rasa rindu yang menggebu-nggebu. Gairah yang tak tersampaikan selama berhari-hari bersama sebagai mantan kekasih kini luruh ketika Pieck secara bersamaan mengalungkan kedua tangannya di leher Jean.
Diawali dengan ciuman panjang yang lembut dan tanpa menuntut sebelum rasa tidak puas mendominasi, kini keduanya saling memperdalam pangutan mereka. Seluruh penjuru ruangan kamar diwarnai oleh suara kecipak dan erangan yang masing-masing Jean dan Pieck keluarkan bagai serenada.
Ketika Pieck berusaha melucuti pakaian Jean pertanda dia menuntut lebih, Jean mencengkeram salah satu tangan Pieck untuk berhenti.
“Pieck, kamu mabuk. I don’t want to take any advantage from you.”
Kesal dengan itu, Pieck mengerucutkan bibirnya, kemudian menangkup kedua sisi wajah Jean dengan tangan mungilnya, menatap secara langsung ke manik hazel lelaki itu.
“I am sober enough, Jean. So please, touch me, kiss me, feel me up.”
Dan bibirnya bertemu bibir Pieck—lagi. Perempuan itu dapat merasakan lembutnya belaian lidah Jean di bibirnya. Payudaranya terhimpit di dada lelaki itu; paha mereka bersinggungan; dan sepertinya tidak ada yang bisa memisahkan diri dari masing-masing tubuh mereka.
Dari situ, semua berubah menjadi liar dengan cepat.