One Fine Afternoon

Sasuke dan Sakura telah sampai di kediaman Uchiha yang bangunannya terletak di belakang toko bangunan Seanita alias singkatan dari Sean & Isaac Tarangga.

Keduanya disambut oleh Mikoto dan Itachi, Fugaku belum kelihatan sebab sang kepala keluarga masih ada di toko bangunan seperti yang Mikoto informasikan.

“Eh Sakuraaaa, sudah lama nggak main kesini ya sayang.” kata Mikoto ramah setelah sesi cipika-cipiki nya dengan pacar si bungsu.

Sakura tersenyum ramah, “Iyaa tante, maaf ya baru bisa main lagi. Kuliahnya sibuk banget soalnya.”

“Nggak apa-apaa. Aduh harusnya tadi sebelum kesini ngabarin dulu yaa, tante belum masak ini gimana dong?”

“Nggak usah repot-repot tante hehe.”

Namun tetap saja, yang namanya emak-emak pasti selalu rempong sendiri. Mikoto sibuk mengeluarkan beberapa kue kudapan dan camilan lainnya sebagai suguhan. Sedangkan Itachi ada di dapur karena cowok itu punya agenda sendiri untuk memanggang kue. Sakura selalu bersyukur dengan bagaimana cara Mikoto dan Itachi menyambutnya dengan ramah.

Sasuke berniat membawa Sakura ke kamarnya tapi cewek itu izin ke pacarnya kalau dia butuh menggunakan kamar kecil, kebelet hehe.

Namun Sakura tidak menemukan keberadaan Sasuke setelah dia keluar dari kamar mandi. Mungkin pacarnya sudah ada di kamarnya, maka cewek itu melangkah untuk menyusul dan di tengah-tengah langkahnya, dia berpapasan dengan Itachi.

“Eh kebetulan nih!” kata Itachi ketika mendapati sosok pacar adiknya.

Sakura terheran-heran sebab Itachi terlihat seperti sedang buru-buru. “Hehe kenapa kak? Sasuke mana?”

“Sasuke lagi keluar sama mamah, beli makan sebentar. Kebetulan aku mau ngecek panggangan roti, kamu temenin papah main mahjong dulu gih.”

Deg!

Sakura membulatkan matanya dan merasa panik seketika menerjang. Kalau boleh jujur, diantara semua kegiatan yang bakal dilaluinya di rumah keluarga Uchiha, menemani sang kepala keluarga main mahjong menjadi hal terakhir yang dia inginkan.

“Kaak, ih. Ga berani hehe.” Sakura meringis sambil menunjukan muka memelasnya, memberi isyarat yang semoga bisa ditangkap oleh Itachi, “Mending aku aja yang ngecek panggangan rotinya kak!”

Sebenarnya Itachi paham kenapa pacar adiknya kelihatan ketar-ketir saat ini. Harus berhadapan dengan Fugaku memang punya tantangan sendiri. Sebetulnya ayahnya ini biasa saja, tapi yang jelas Fugaku punya aura intimidating yang bikin banyak orang kurang betah. Bahkan dirinya dan Sasuke yang notabene anak-anak Fugaku sendiri kadang merasa begitu, apalagi Sakura….

“Santai aja, papah ga gigit kok. Emang mukanya udah template begitu haha.” Itachi mencoba untuk meyakinkan Sakura, “Udah sana, ditungguin loh nanti.”

“Yaudah deh kak. Tapi buruan ya nyusul entar!”

“Iyaa hahaha.”

Ya sudah. Kalau sudah begini, Sakura hanya bisa menyiapkan mentalnya dan sengaja melangkah lambat-lambat untuk mengulur waktu sebelum sampai di ruang tamu tempat Fugaku bermain mahjong.

Ketika sudah sampai, Sakura menyapa dengan kikuk, “Halo om.”

“Oh ya, sini duduk. Bisa main ini kan?”

“Bisa om hehe.”

Jemari Sakura bermain dengan lincah di balok-balok mahjong mengimbangi Fugaku. Sejauh ini mereka berdua masih fokus bermain, sesekali Sakura meringis ketika merasa kurang beruntung dengan dadu-dadunya.

Tiba-tiba, Fugaku bersuara untuk menanyakan sesuatu. “Gimana Sasuke selama kuliah?”

“Baik om. Dia rajin belajar dan aktif di organisasi hehe.” jawab Sakura singkat.

“Jadi apa dia di organisasi?“

“Sasuke kepala departemen humas om.”

“Kalo kamu?”

“Kalo saya bendahara hehe.”

“Ohhh berarti bisa ngatur duit ya?”

“Hehe ya begitulah om…”

“Kalo gitu kenapa ga bisnis aja?”

Nah kan. Pasti pertanyaan Fugaku lama-lama bakal nyerembet ke urusan bisnis dan toko. Tapi nggak apa-apa sih, Sakura sebetulnya nggak tersinggung kok dengan pertanyaan Papa Sasuke ini.

Sakura cuma tersenyum simpul dan menjawab, “Kalau bisnis sama jualan saya nggak bakat om hehe.”

“Orang tua kamu?” tanya Fugaku lagi.

“Papah punya toko jam sebenernya, tapi sudah dialihkan biar adiknya yang ngurus. Sekarang papah lebih fokus ngurus klub barongsai nya.”

“Oh begitu.” Fugaku manggut-manggut mendengar penjelasan Sakura, kemudian beliau memberikan sebuah pertanyaan lagi, “Nanti kalau sudah nikah, kamu mau gak bantuin Sasuke ngurus toko??”

“Eh?”

Sebentar-sebentar. Maksud dari pertanyaan Om Fugaku barusan, apa ya? Semoga Sakura nggak salah dengar, tapi barusan pertanyaan Om Fugaku seperti menyiratkan kalau dia bakal menikah dengan Sasuke di masa depan.

Bukannya Sakura nggak mau menikah dengan Sasuke. Sakura mau banget. Bahkan keduanya sudah iseng-iseng membahas rencana pernikahan mereka, padahal lulus saja belum. Ya emang gitu deh anak muda yang terlihat kuliah dengan santay namun jiwanya terbantay.

Tapi pertanyaan Om Fugaku tadi justru bikin Sakura overthinking. Apa iya kalau dia berjodoh dengan Sasuke dan menikah di masa depan, dia harus membantunya buat jaga toko-toko yang akan diwariskan ke Sasuke itu? Alih-alih mempunyai karir sendiri yang jujur saja, Sakura selalu bercita-cita untuk bekerja di kementerian luar negeri.

Apalagi sepertinya Om Fugaku punya ekspektasi untuk punya menantu yang bersedia fokus membantu Sasuke dengan urusan toko keluarga.

Apa iya Sakura harus merelakan cita-citanya untuk dengan Sasuke dan me jadi menantu yang baik bagi keluarga Uchiha di masa depan?

Tapi ya kalau dipikir-pikir, kenapa juga Sakura harus overthinking? Meskipun bucin setengah mampus, memangnya mereka berdua bakal betulan berjodoh?

Sesi overthinking nya buyar ketika Mikoto tiba-tiba muncul dengan Sasuke yang mengekor di belakang ibunya sambil membawa beberapa bungkus plastik berisi makanan.

“Heeeey lagi apa nih kalian berdua? Kayanya serius amat.” tanya Mikoto sambil mesem-mesem.

“Yah si mamah. Udah jelas keliatan itu lagi main mahjong.” kata Sasuke.

“Yaudah main nya nanti lagi yuk! Kita makan siang dulu.”

Dan dengan begitu lah, Sakura memilih untuk nggak melanjutkan sesi overthinking nya dan bergabung ke agenda makan siang bersama keluarga Uchiha.