One Secret Revealed
Kalau bukan karena merasa bersalah dan kasihan, Sakura nggak mungkin berdiri di depan pintu unit apaertemen Itachi dan menunggunya terbuka untuk menemui Sasuke yang sedang demam karena dirinya. Sakura juga nggak setega itu sih membiarkan Sasuke sakit, jadi setidaknya yang bisa cewek itu lakukan adalah mengecek kondisi Sasuke setelah kelasnya selesai meskipun tugas-tugasnya sedang menunggu untuk dijamah.
Pintu unit apartemen terbuka dan Sakura disambut dengan Sasuke yang mengerubungi tubuhnya dengan selimut.
“Jadi lo betulan meriyang.” ucap Sakura.
Sasuke menggeser sedikit tubuhnya untuk mempersilahkan cewek itu masuk. “Betulan meriyang, thanks to you.”
Sakura jadi semakin merasa bersalah waktu dia menaruh telapak tangannya ke jidat Sasuke dan merasakan permukaan kulit yang hangat. Cewek itu meringis. “Aduh maaf deh, gue nggak tau kalau lo gampang meriyang gini. Tau gitu kemaren pas di sushi house, lo langsung pulang aja!”
“Gamau, soalnya belom puas ketemu lo nya.”
Halah.
Sasuke dengan santai berjalan ke arah sofa panjang dan merebahkan tubuhnya di sana, serta mengeratkan selimutnya. Sakura sendiri mengikuti cowok itu dan duduk di salah satu sisi sofa yang kosong. Apartemen itu sepi, sepertinya Sasuke sendirian.
“Udah minum obat belom? Kak Itachi mana?”
“Belom ngobat, soalnya belom makan. Itachi lagi bimbingan di kampus.” Sasuke menjawab dengan tenggorokannya yang terasa kering dan sedikit perih. “By the way, tadi Itachi nitip itu tuh.” tunjuk Sasuke ke arah paperbag di sebuah meja yang terletak di sebelah sofa.
“Apaan tuh?”
“Katanya sih buat Ino. Gue ngintip dikit, isinya kaos sama undies. Dia nginep di sini kapan hari.”
Sakura melongo sebentar. Kapan hari yang Sasuke maksud sudah pasti waktu Ino nggak pulang ke kontrakan ketika kedua cewek itu slek gara-gara Sasuke. Dia nggak habis pikir kalau ternyata Ino bermalam di apartemen Itachi.
Pada akhirnya, Sakura cuma bisa terheran sendiri, “Iya entar gue bawa.” cewek itu kemudian mengeluarkan ponselnya, “Lo makan dulu gih. Mau apaan?”
“Biasanya kalo lagi meriyang gue makan sop ayam.”
“Ok—“ belum sempat Sakura betulan membuka aplikasi pesan antar makanan online, Sasuke sudah bersuara lagi.
“Tapi harus homemade. Kalo beli di luar banyak micin nya.”
Sambil melirik ke arah Sasuke, cewek itu bertanya dengan tatapan nggak percaya. “Jangan bilang lo bakal nyuruh gue masak?!”
“Ya gue begini kan karena lo juga, jadi setidaknya lo tanggung—“
“OKAY IYA GUE MASAK SOP AYAM.”
Sakura langsung bangkit dari duduknya karena sudah jengah mendengar cowok itu seolah-olah sedang menyalahkannya. Meskipun Sasuke kelihatan bercanda sih, tapi kan tetap saja cewek itu merasa nggak enak.
Untung saja Sasuke—atau lebih tepatnya Itachi, menyimpan bahan-bahan yang bakal Sakura gunakan untuk bikin sop ayam. Jadi dia nggak perlu repot-repot turun ke supermarket yang terletak di lantai dasar gedung apartemen tersebut.
Sembari menunggu cewek itu masak, Sasuke menyalakan televisi sambil rebahan. Alih-alih menonton apa yang terpampang di layar televisi, pendangannya justru nggak lepas dari punggung Sakura yang sedang sibuk masak, apalagi nggak ada penghalang yang memisahkan tempat cowok itu rebahan dan dapur apartemen.
Kalau begini kan, Sasuke jadi pengen peluk Sakura dari belakang. Biar seperti adegan menye-menye drama korea yang setahu Sasuke, sering ditonton oleh Itachi.
“Am I your first patient?” tiba-tiba, Sasuke bertanya smapai membuat Sakura berdecak di seberang sana.
“Nope. You are not.”
Dan jawaban cewek itu membuat Sasuke harus menutupi rasa kekecewaannya.
“Sop nya udah jadi. Lo bisa bangun dan makan di meja kan?” Sakura bersuara lagi.
Sasuke memang sedang lemas, tapi dia masih mampu untuk memindahkan pantatnya ke salah satu kursi di meja makan. Cowok itu menghampiri Sakura yang sedang menata panci sup nya di atas meja makan dengan langkahnya yang diseret.
“Kalau bukan gue, terus siapa?”
Pertanyaan Sasuke membuat cewek itu meliriknya dengan sekilas, lalu menjawab seadanya. “Naruto.”
Karena memang benar, ‘pasien’ pertama yang Sakura anggap adalah Naruto. Bahkan cewek itu sudah berkali-kali merawat Naruto yang sedang sakit, bahkan kalau boleh spill sedikit, Sakura juga sudah langganan jadi chef pribadi cowok itu waktu sakit.
Tapi setelah mengetahui nama pasien pertama Sakura, sudut bibir Sasuke jadi terangkat. “Lo…” mulutnya terbuka untuk melontarkan pertanyaan lain. “Lo udah ngapain aja sama si Naruto?”
“What do you mean?”
Sakura mengerjapkan matanya waktu mendapati raut Sasuke yang nggak bisa diartikan. Cowok itu menyeringai, namun seringaian itu terasa berbeda karena biasanya, Sakura bisa menemukan keusilan di sana. Kali ini, cewek itu menemukan ada sesuati yang licik dibalik seringaian Sasuke.
“No need to hide it,” Sasuke menjeda kalimatnya sejenak untuk melihat reaksi lawan bicaranya, “Lo sama Naruto pernah pacaran kan?”
Sedetik kemudian, yang Sakura dan Sasuke dengar adalah suara dentingan sendok yang terbentur permukaan lantai. Jatuh dari genggaman tangan Sakura sebab cewek itu terkejut bukan main atas tembakan pertanyaan Sasuke.