Play it Slow, Play it Safe

Ino keluar dari shower room kamar hotel yang akan ditempatinya staycation malam ini. Harum segar menyeruak memenuhi ruangan kala cewek itu bergerak, sebab dia habis berendam selama hampir satu jam untuk membuat rileks tubuhnya. Ino melangkah ke area sofa hanya untuk mendapati Shikamaru sedang duduk sambil bermain ponsel sendirian di sana, satu sahabatnya yang lain tak terlihat entah dimana.

“Chouji mana?” Ino bertanya sambil mengusap rambut panjangnya dengan handuk, kemudian cewek itu biarkan setengah basah.

Cowok yang ditanya hanya menjawab singkat, “Ke tempat ceweknya, lagi rewel. Period cramp katanya.”

“LOH?? Terus yang staycation cuma kita berdua gitu??”

“Ya iya mau gimana lagi.”

Ino memandang dengan tatapan nggak percaya ke arah Shikamaru. Bukan apa-apa, dia nggak masalah harus staycation berdua saja dengan Shikamaru. Namun kotak-kotak pizza dan makanan lainnya yang menjadi masalah. Sebelum mandi, Ino mendapati Chouji memesan beberapa makanan dengan jumlah yang cukup banyak.

“Terus gimana caranya kita habisin ini semua??” cewek itu melayangkan protes waktu Shikamaru mengambil satu slice pizza pepperoni.

“Tinggal dimakan.” cowok itu menjawab dengan kedua pipi yang menggembung. “No way I would eat these, ngitung jumlah kalori nya aja udah mual sama ngeri duluan gue.”

“Ribet banget deh lo.” Shikamaru mengambil satu french fries dan menghampiri Ino untuk duduk di sampingnya supaya lebih mudah menyodorkan kentang goreng ke mulut cewek itu, “Nih makan, aa!”

Ino memberi tatapan sengit, meskipun pada akhirnya kentang goreng di tangan Shikamaru masuk juga ke mulutnya dan dikunyah secara perlahan dan susah payah.

Di tengah kunyahan keduanya, nggak ada kalimat yang dilontarkan sehingga hanya terdengar suara televisi bervolume rendah sebagai background noise. Meskipun begitu, rasa canggung nggak ikut menemani mereka berdua.

“Terus kita ngapain nih berdua doang?” Ino mulai gusar, karena bingung juga apa yang harus dia lakukan di agenda staycation kali ini. Apalagi cewek itu nggak mau menghabiskan waktunya hanya untuk numpang tidur, sebab biasanya—dia, Shikamaru, dan Chouji bakal begadang sampai pagi entah itu untuk menonton film atau ngobrol waktu staycation begini.

“Biasanya kalo berdua enaknya ngapain?” Shikamaru balik bertanya sambil menyeringai.

Sedangkan Ino memutar bola matanya. Selempeng-lempengnya Shikamaru, yang namanya cowok, dia bakal tetap melempar jokes suggestive ke teman-temannya, termasuk Ino.

“Diem lo, freak banget kalo mesumnya ke gue!”

Shikamaru mendapat hadiah sebuah lemparan bantal sofa yang mendarat di dada, kemudian berdecak. “Ck. Chouji tadi bawa board games, ambil aja.”

“Ih mau! Ayo main UNO!!”

“Di kasur tapi, gue capek pengen rebahan.” “Najis jompo banget!”

Cewek itu bergegas mengambil beberapa board games yang dibawa Chouji, sedangkan Shikamaru mengeluarkan sebotol wine dari wine cooler dan membawa sekotak pizza ke tempat tidur. Ino menatap Shikamaru heran, “Seriously, wine and pizza?

“Adanya ini dan gue males turun buat beli beer. Nggak usah banyak komen dah.” Shikamaru menuangkan anggur merah ke dua cangkir, miliknya dan Ino, karena nggak ada gelas wine yang proper untuk digunakan. Setelahnya, cowok itu merebahkan dirinya dengan nyaman sedangkan Ino duduk sambil menyilangkan kakinya di atas tempat tidur berukuran king size.

“Kaya biasa, yang kalah dapet punishment. Oke??” sebelum membagikan kartu UNO, Ino memastikan bahwa di permainan malam ini, akan ada punishment bagi yang kalah. Cewek itu percaya diri saja, karena dia sering hoki dan menang waktu main UNO.

“Gas. Tapi kalo punishment biasa kurang seru sih.” nggak seperti biasanya, Shikamaru ngide begini.

“Terus apaan?”

“Punishment nya delapan plus plus.” Ino menyeringai, tantangan Shikamaru membuatnya sepuluh kali lebih semangat.

Apalagi waktu cewek itu merasakan gelagat licik dari temannya, karena nggak seperti biasa, Shikamaru berani menantangnya seperti ini sehingga hal itu membuat Ino semakin ingin memenangkan permainan.

“Oh, siapa takut?”

Shikamaru menaikan sebelah alisnya, “Liat aja. Siapa yang bakal takut di sini.”

Kartu sudah dibagikan untuk keduanya. Shikamaru tersenyum miring, di hadapannya, cewek itu terlihat sedang mengigit bibir bawahnya. Dia yakin kalau kartu yang Ino pegang saat ini membuat cewek itu nggak percaya diri untuk menang. Sangat berkebalikan dengan rasa jumawa yang cewek itu gemborkan sebelum permainan dimulai.

Permainan pertama berjalan dengan cukup singkat, Shikamaru menang dengan mudah, sesuai dengan ekspektasinya. Ino mendesis, namun tetap menerima kekalahan nya dan siap menerima punishment dari Shikamaru.

Cowok itu terlihat menuangkan kembali wine ke mug Ino yang belum sempat cewek itu sentuh. Setelah wine hampir memenuhi mug tersebut, Shikamaru bilang, “Nih minum, one shot.”

“Sialan.” Namun bukan Ino kalau nggak menerima punishment Shikamaru dengan percaya diri. Toleransi alkohol Ino cukup tinggi, sehingga minum secangkir wine sekali teguk bukan hal sulit buat dia. “Ini mah gampang.”

“Iya baru pertama makanya gue kasih yang gampang dulu.” kata Shikamaru meremehkan.

“Kalo di ronde kedua gue yang menang, you strip in front of me.” tantang Ino setelah selesai menghabiskan wine nya dan membereskan kartu UNO yang berantakan.

“Cool, kalo gue yang menang, lo yang strip di depan gue.”

Balasan Shikamaru membuatnya meringis, adalah keputusan yang tepat memakai underwear setelah dia mandi tadi. At least cewek itu nggak harus telanjang bulat karena kalah bermain UNO.

Fine.

Permainan kedua dimulai dan berjalan lebih lama untuk menemukan pemenangnya. Kali ini, Ino berhasil mencetak score yang sama dengan Shikamaru. Membuat cowok itu harus mematuhi punishment yang sudah disepakati sebelum permainan dimulai. Shikamaru menyesap wine nya, kemudian mulai melucuti pakaian nya dengan cepat bahkan sebelum Ino menyuruhnya.

Wow slow down! Lo bar-bar banget sih, kan gue minta striptease??”

“Nggak ya, kesepakatan kita tadi cuma strip, no tease.”

“Yaudah sih gue juga males liat lo striptease!” Ino menjulurkan lidahnya, lalu tangannya bergerak untuk mengusap permukaan dada dan perut Shikamaru yang ototnya seketika mengencang karena dinginnya telapak tangan cewek itu, “Ih badan lo lumayan juga buat ukuran cowok yang males work out!”

Shikamaru nggak berkomentar, hanya menikmati bagaimana telapak cewek itu yang masih melanjutkan usapan di perutnya.

Ino memekik waktu menemukan sesuatu yang dia cari. “Satu dua tiga empat lima… you got a six pack!”

Waktu Ino merasa sudah puas memainkan perut Shikamaru, dia mengangkat tangannya untuk menyudahi apa yang dia lakukan sebelumnya. Sampai tangan Shikamaru berhasil mencengkeram pergelangan tangan kecilnya.

Girl, you are such a tease.” Cowok itu mendesis dan menarik Ino sampai cewek itu ikut terbaring di sebagian atas tubuhnya yang setengah telanjang. “Gue udah nggak mau main UNO lagi.”

Ino harus mendongak untuk melihat wajah Shikamaru dengan jelas, cewek itu mendapati kedua manik cokelat milik sahabatanya sudah mulai diselimuti kabut. “Nggak seru banget lo, kita baru main dua kali. Bahkan punishment yang lo sama gue kasih belum betulan delapan belas coret.” Ino melayangkan protes sambil mengerucutkan bibirnya, membuat Shikamaru agak sulit mengontrol dirinya sendiri.

“Kita main yang lain aja.”

“Main apa?”

“Nggak tau, you tell me.

“Hmm…” Kepala Ino jatuh di sisi dada kanan Shikamaru, perempuan itu bergumam dan berpikir. “Apa ya?”

Tangan Shikamaru bergerak naik untuk menyentuh helai rambut Ino yang sudah hampir sepenuhnya kering kering. Sedetik kemudian, dia dikejutkan dengan pergerakan kepala Ino yang mendongak lagi.

“Lo sama gue… Have we ever kissed?”

“Ck.” Shikamaru berdecak, pikirannya melayang ke memori-memori lampau untuk menemukan sebuah jawaban. “I am damn sure you were my first kiss.

Bibir Ino membentuk huruf O, “Oh iya, pas graduation SMA nggak sih?!”

“Iya.”

“Oh okay,” pandangan mata Ino turun dan yang hanya bisa cewek itu lihat adalah kulit polos permukaan dada Shikamaru. “Berarti belum pernah yang pakai lidah kan.”

“Hah?”

Ino kembali mendongakan kepalanya, kali ini menatap secara langsung kedua mata Shikamaru dengan miliknya yang menajam

“Iya, belum pernah pakai lidah kan. Mau dicoba?”

Tawaran permainan dari Ino—boleh juga untuk dicoba. At least itu adalah satu hal yang terbesit di kepala Shikamaru. Cowok itu tahu bagaimana rasanya ciuman pakai lidah, pengalaman Shikamaru dalam hal seperti ini nggak dangkal. Tapi dia nggak tahu bagaimana rasanya melakukan dengan Ino. Jadi ya… tawaran tersebut bukanlah sesuatu yang ingin cowok itu tolak.

If I got your permission then, let’s try.

“Dude, I allow you to play this game.”

Entah karena pengaruh alkohol yang membuat mereka sedikit tipsy, namun cukup sober untuk menyadari apa yang mereka inginkan pada malam itu juga. Tapi yang jelas, sedetik kemudian bibir keduanya saling bertaut, dengan Ino yang berada di atas Shikamaru, saling menempel tanpa jarak.

Mereka saling menekan, Shikamaru membiarkan Ino memimpin seluruh pergerakan di awal. Setelah merasakan lidah cewek itu dia persilahkan masuk untuk mengabsen deretan giginya, cowok itu semakin menekan tengkuk Ino sehingga dia lebih bisa merasakan Ino lebih dalam, baru kemudian mengambil alih permainan.

Ino memekik waktu merasakan lidah Shikamaru menerobos masuk sehingga membuatnya dengan senang hati membuka mulutnya lebih lebar. Bertukar rasa manis yang sama satu sama lain. Shikamaru mempelajari dan mengeksplor setiap sisi dalam rongga mulut Ino dan menyimpan ingatan di dalam otak tentang bagaimana manisnya cewek itu.

Bagi keduanya, memisahkan tautan berarti membuang waktu. Maka Ino dan Shikamaru bertahan selama yang mereka bisa untuk merasakan satu sama lain. Ketika kebutuhan oksigen semakin menjadi sebuah urgensi, keduanya baru berhenti meskipun jarak di antara kedua bibir masih sangat dekat, sehingga Ino masih bisa merasakan eksistensi milik Shikamaru di bibirnya.

Cewek itu mengecup sekilas bibir Shikamaru, masih dengan nafasnya yang pendek-pendek, Ino berkomentar. “You did well.

Shikamaru memejamkan matanya, cowok itu menempelkan dahinya dengan milik Ino, dia berbisik, “Gue… nggak yakin bisa berhenti main game ini. Kalau lo suruh gue berhenti sekarang juga, I will stop. Kalau nggak—“

“Good, karena lo berhasil lolos ke tahap selanjutnya. Let’s continue this game.

Is that okay? Gue nggak ada pengaman.”

“I will have my pill in the morning.”

“Nice.”

And so they continued playing this game until the sun began to rise.

Ketika matahari sudah berada di puncak, Ino terbangun di pelukan Shikamaru karena ponselnya yang bergetar karena notifikasi pesan dari Chouji yang bilang kalau cowok itu akan segera tiba di hotel dua puluh menit lagi. Ino memutar bola matanya, berharap kalau sahabat nya yang akan datang nggak tahu permainan apa yang terjadi semalam

“Shit!”