Sekretariat HIMAHI — Kontemplasi
Ujian Akhir Semester tersisa tiga hari lagi dan setelah itu mahasiswa akan menyambut libur semester yang cukup panjang. Meskipun libur panjang kali ini bagi mahasiswa-mahasiswa tua seperti mereka ini artinya hanyalah jeda sebanyat sebelum bertarung dengan tugas akhir, mereka tetap akan menyambutnya dengan suka cita.
Beberapa pengurus HIMAHI sedang berada di sekre untuk menunggu dan mengulang materi yang nanti akan diujikan satu jam kemudian. Gaya belajar mereka macam-macam, ada yang harus fokus membaca, menyalin catatan, berdiskusi secara lisan, atau mendengarkan penjelasan teman yang sedang berdiskusi. Tapi nggak sedikit juga kok yang susah untuk fokus, akhirnya cuma rebahan sambil main ponsel atau ngobrol dengan teman yang sama-sama nggak bisa fokus.
“HEEEEH NARUTOO! Sini lo, belajar!” Sakura mengomel entah sudah keberapa kali, membujuk Naruto supaya mau belajar karena dari tadi cowok itu sibuk main game di ponsel.
“Nanti ah! Nunggu jajan nya Chouji dateng.”
“Sasuke tolong seret Naruto ke sini!”
Dan Sasuke mau-mau saja mematuhi perintah Sakura, “Sini lu belajar! Kalo IPK lu turun, gue sama Sakura yang gaenak sama orang tua lu.”
“HHHHHH IYA IYA.”
“GAUSAH BERISIK NARUTO GUE LAGI BELAJAR!!” itu omelan dari Ino yang merasa terdistraksi dengan suara lantang Naruto, cewek itu sampai melempar pulpen nya ke arah si wakahim.
“IYA MAAP.”
Disisi lain Rock Lee menghampiri Tenten yang sedang membaca rangkuman materinya, “TenTen! Udah beli tiket buat pulang belum??”
TenTen menjeda kegiatannya untuk menjawab pertanyaan Lee, “Belom. Lo mau beli tiket hari ini??”
“Iya nih mumpung ada promo. Ayo sekalian, mana KTP lo??”
“Hmmm.” Cewek yang rambutnya dicepol dua itu kelihatan ragu-ragu mengiyakan ajakan teman satu kampung halamannya itu, “Gue nanti aja deh Lee. Kayanya liburan semester ini gue nggak pulang deh.”
“Loh?”
“Iyaaa! Lo duluan aja kalo mau beli tiket buat pulang Lee.”
“Oh okay deh.” jawab Rock Lee, kemudian cowok itu beranjak untuk pergi ke luar sekre.
Setelah menyinggung soal kepulangan, TenTen jadi sudah nggak mood buat membaca kembali catatannya. Dia beralih untuk scroll instagram dan twitter nya sampai pertanyaan Neji yang daritadi ada di sebelahnya dan menyimak percakapan dua temannya itu terlontar.
“Kenapa gak pulang?” tanya Neji masih sambil fokus mengetikan jari di keyboard laptopnya.
Ten Ten menghela nafas sebelum menjawab, “Nenek gue udah nggak ada, Ji. Jadi buat apa gue pulang?”
Neji mengangguk, mengetahui tentang Nenek Tenten yang sudah meninggal beberapa bulan lalu. Namun Neji merasa hal itu nggak bisa dijadikan alasan supaya Tenten nggak pulang ke rumahnya.
“Terus orang tua lo?” kata Neji lanjut bertanya.
Bukannya menjawab, cewek itu malah balik bertanya, “Ji, habis lulus lo mau ngapain?”
“Gue? Ikut kerja di kantor Papanya Hinata, palingan. Tapi gue lebih suka nulis sih.”
“I see.”
Setelah itu, obrolan mereka berdua berhenti untuk beberapa menit, Neji masih mengetik entah apa, sedangkan TenTen terlihat sedang berkontemplasi.
Cewek itu kembali bicara. “Dulu orang tua gue pengen gue masuk Akpol, Ji. Eh gue gamau dan malah masuk HI. Marah lah orang tua gue…”
Neji masih diam saja, pertanda mempersilahkan Tenten buat melanjutkan kalimatnya yang dijeda.
“Kalo aja gue nurut sama orang tua buat masuk Akpol, kayanya gue gak perlu bingung ya entar abis lulus mau jadi apa? Gue malu aja sih buat pulang ke rumah. Udah mana jadi anak ngeyel haha.”
Neji paham betul bahwasannya berjuang menjadi lulusan Hubungan Internasional itu nggak mudah, apalagi kalau semasa kuliah, mereka belum ketemu dengan passion diri sendiri. Cowok itu berhenti menggerakan jarinya di atas keyboard laptop setelah mendengar Tenten berbicara, kemudian dia mengalihkan atensinya dari layar laptop ke cewek yang ada di sebelahnya.
“Lo mau denger saran gue gak, Ten?”
“Apaan tuh?”
“Pulang sana. Mumpung kedua orang tua lo masih ada dan gue yakin—mereka juga nunggu kepulangan lo. Jangan sampe nyesel.” ujar Neji lembut.
“….”
“Kasih orang tua lo kesempatan buat lebih mengenal anak perempuan mereka satu-satunya. Dan lo, coba lebih terbuka sama mereka. Siapa tau orang tua lo bisa kasih arahan dan hilangin beberapa hal yang bikin lo bingung itu.”
Mendengar rangkaian kalimat Neji, Ten Ten merasa jadi anak yang paling tidak bersyukur di dunia ini. Seketika dia merasa malu dengan pemikirannya yang nggak sedewasa Neji. Dari situ, Ten Ten tahu bahwa dia nggak akan menyesal buat mengikuti saran dari Neji. Setelah ini, dia bakal nyamperin Rock Lee dan bilang kalau dia mau juga beli tiket untuk pulang bersama cowok itu.
“Makasih ya, Neji.”
“Sama-sama.”
Memang benar apa kata orang, pemilik kasta tertinggi di antara anggota HIMAHI itu ya—Nadimas Jauzan Hayuningrat.