Starbucks — 3 PM
“Shikamaru! Dor!”
Ino muncul dari belakang Shikamaru yang sedang duduk di stool Starbucks sambil nyedot kopinya dari sedotan. Namun nggak sesuai dengan ekspektasi Ino, Shikamaru sama sekali nggak kaget. “Aaa kaget banget.” kata cowok itu loyo, seperti biasa.
“Ah gak seru lo!”
“Gak pro banget kalo lo mau ngeprank gue.” Cowok itu bangkit dari duduknya dan langsung merangkul Ino di bahu, kemudian memberikan kecupan singkat di pelipisnya.
Ino manyun saja, tapi nggak apa-apa, kecupan yang diberikan Shikamaru tadi cukup sebagai kompensasi dari cowok itu yang nggak mau play along dengan siasat liciknya tadi. “Yaudah yuk langsung aja cari sepatu lo!”
“Bentar—lo ganti parfum??” Shikamaru mengendus-enduskan hidungnya di sekitar tubuh Ino.
“H-hah?”
“Wangi lo beda.”
“Perasaan lo doang kali! Ayok ah, nanti ga keburu waktunya.”
Shikamaru melihat punggung mungil itu bergerak menjauh darinya, yang nggak cowok itu lihat adalah kilat panik yang ada di sepasang mata Ino. Di sisi lain, Shikamaru dibuat mengernyit karena tadi dia jelas-jelas mencium aroma karbol—aroma yang biasa dia temukan di rumah sakit.
Sebelumnya Ino bilang kalo cewek itu sedang bertemu dengan teman papinya. Masa iya mereka ketemuan di rumah sakit? Tapi bisa jadi memang temen papinya Ino itu sedang di rawat di rumah sakit lalu Ino menjenguknya di sana, iya kan?
Hadeh. Dari pada overthinking, Shikamaru memutuskan buat tanya saja ke Ino nanti, sehinggadi dia bisa memastikan kalau cewek itu—yang menurut Shikamaru nggak punya kepentingan untuk mengunjungi rumah sakit, baik-baik saja.