The Jaeger’s Family Dinner
Selama lima tahun, makan malam bersama keluarga Jaeger telah menjadi agenda rutin dimana Pieck akan terlibat di lingkaran keluarga tersebut sebagai kekasih dari putra sulung keluarga Jaeger, Zeke. Namun family dinner kali ini terasa berbeda karena sudah seharusnya Pieck berhenti melibatkan dirinya di agenda tersebut mengingat Zeke dan dia sudah bukan merupakan sepasang kekasih. Tidak bisa dipungkiri juga bahwa Pieck merupakan salah satu perempuan kesayangan keluarga Jaeger, kehadirannya di tengah-tengah mereka akan selalu disambut dengan suka cita.
Rasanya aneh sekali, seharusnya Pieck dan Zeke adalah dua orang asing sekarang. Setelah keduanya mengucapkan perpisahan di minggu lalu, malam ini membuat mereka berdua diselimuti kecanggungan yang begitu tidak nyaman. Pieck tertawa miris dalam hati, they used to be so close, dan dia berusaha mengatasi kecanggungan tersebut dengan terus menghindar dan memilih menyibukqn diri untuk ngobrol bersama Dina dan Carla. Sedangkan Zeke sendiri terlihat sibuk ngobrol dengan ayah dan adiknya di sisi lain.
“Zeke, when are you gonna marry our Pieck?” ketika semua orang berada di taman belakang untung sekedar bersantai setelah agenda utama makan malam selesai, lagi-lagi pertanyaan serupa yang selalu ditanyakan pada Zeke terdengar ketika Dina membuka suara. Semua pasang mata kini memusatkan perhatiannya ke Zeke dan Pieck yang berdiri berdampingan.
Pieck tahu, Zeke tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan tersebut. Di kesempatan-kesempatan sebelumnya, Zeke memilih untuk langsung mengalihkan topik pembicaraan, sekarang Pieck tidak yakin respon apa yang akan Zeke berikan malam ini.
Zeke, katakan kalau kita sudah berpisah.
“Well bunda, don’t give a burden on Pieck. Kalau waktunya udah tepat pasti kita menikah juga kok.”
Respon Zeke membuat Pieck bergerak dengan gelisah, seharusnya Zeke bilang saja kepada Dina kalau malam ini adalah malam terakhir Pieck untuk ikut bergabung di agenda family dinner mereka.
“Zeke, you’re thirty. Mau sampe kapan jadi bujangan tua? Pieck, kamu ngga mau maksa Zeke buat cepet-cepet nikahin kamu apa? Bunda ngga sabar pengen gendong cucu.”
“Mom, we’re not talking about that matter here please. Biar aku sama Pieck yang urus.”
Merasa tidak enak sendiri karena membuat Dina terlalu banyak menaruh harap, Pieck ingin menangis ditempat. Pieck amat menyayangi Dina, sebab Dina adalah sosok ibu yang sudah lama tidak Pieck miliki. Setengah jam berikutnya, Zeke mengajak Pieck untuk pamit. Meskipun kedua orang tua Zeke—Dina dan Grisha, sudah bercerai, keduanya masih menjalin hubungan baik bahkan Dina dan istri Grisha sekarang yaitu Carla, sudah seperti kakak-beradik, jadi Dina memutuskan utnuk menginap di rumah Grisha dan Carla alih-alih pulang ke rumahnya sendiri.
Suasana perjalanan ke apartment Pieck begitu hening, bahkan keduanya tidak berusaha untuk sekadar menyalakan stereo dan memutar beberapa lagu selama perjalanan, “I am sorry Zeke.”
Zeke menolehkan kepalanya ke samping kiri sejenak, meskipun cahaya di dalam mobil tidak memberikan akses dengan jelas untuk melihat wajah cantik Pieck, Zeke tahu ekspresi murung wanita itu ada disana, “Tiba-tiba banget? Sorry for what?”
“For that question, pertanyaan yang Bunda Dina tanyain ke kamu tadi pasti bikin kamu ga nyaman.”
“It’s not your fault though, why are you sorry? Yang tadi juga bukan pertama kali Bunda nanyain begitu.”
“I think we have to tell your family that we are over, don’t you think so?”
Zeke hanya mengendikkan kedua bahunya sebagai jawaban. Tidak ada lagi percakapan hingga mobil Zeke berhenti di pelataran lobi gedung apartemen Pieck. Kemudian Pieck pamit dan berterimakasih sambil berpesan agar Zeke menyampaikan salamnya pada keluarga Jaeger—salam yang mungkin akan menjadi salam terakhir.
Tidak ada pula kecupan di pipi apalagi di bibir, seperti yang biasanya mereka lakukan selama lima tahun.
They used to hold each other so tightly, so warmly, what’s left now is the the coldness inside as soon as she turned her back around and disappeared from his car.
“What should we do now, Zeke? Should I talk to you as if nothing really happened? You’re a stranger now, a stranger that no matter what will always be a stranger who feels like home.” ㅡ Pieck Finger