The Price to Pay

Sekarang Naruto beserta teman-temannya duduk melingkar sambil menyantap makanan yang sudah disiapkan oleh Kushina dan Minato.

Sebelumnya Pak Kakashi tiba-tiba datang entah dari mana, ya nggak kaget juga sih mengingat Pak Kakashi juga tinggal di komplek yang sama dengan kontrakan Naruto dan kawan-kawan. Jadi lah beliau sekalian ikut perayaan tersebut karena Pak Kakashi juga kenal dengan kedua orang tua Naruto.

Di tengah-tengah agenda makan, Naruto bilang ke Bundanya. “Bun, bunda nggak mau sekalian spill nih? Temen-temen adek udah pada excited tau!”

Teman-teman yang Naruto sebutkan itu sontak menghentikan kunyahan mereka. Shikamaru sebagai ketua himpunan jadi nggak enak sendiri karena kesannya seakan-akan mereka ini kepo dengan urusan keluarga Wijaya.

Tapi di sisi lain, Kushina malah kelihatan bingung. “Spill apa dek maksudnya??”

“Bun, adek bakal punya adek baru kan?? Bunda lagi hamil kan?”

“Uhuk!”

Kushina terbatuk dan Minato yang ada di sebelahnya langsung menyerahkan segelas air putih untuk Kushina minum. Heningnya ruangan tersebut nggak boleh dilewatkan, dan suasana tiba-tiba jadi canggung.

Namun hening dan kecanggungan tersebut langsung hilang waktu suara Kushina yang menggelegar tiba-tiba terdengar.

“ADEK YA ALLAH KALO NGOMONG YANG BENER DEK!” Kushina memberikan sebuah pukulan di bahu putranya.

“HAH GIMANA BUN??”

“YA ENGGAK LAH! Mana ada Bunda hamil lagi???!”

“Terus yang kemaren-‪kemaren apa bun?? Dari red velvet, martabak, rujak mangga muda?? Bukannya Bunda lagi ngidam???”

Kushina sudah siap mencak-mencak namun Minato menahan istrinya dan perlahan-lahan memberikan Naruto pengertian. “Adek… Bunda kamu kan emang doyan ngemil… Bukan lagi hamil.”

“Hah… Beneran, Bun??” Naruto bertanya sekali lagi, kali ini sambil menyelami kedua netra Bundanya untuk mencari sebuah kebohongan di dalamnya. Namun cowok itu nggak menemukan apapun.

“Beneran adek… Ngapain juga di umur segini bunda punya anak lagi!”

“HUAAA BUNDAAAAAA.” Naruto langsung menghambur ke pelukan Kushina sambil menangis. “Bundaaaa, adek udah khawatir banget Ya Allah bunda.”

“Eh eh kenapa kok malah nangis?!?!”

Pecahnya tangisan Naruto membuat Kushina dan Minato sedikit panik, sedangkan teman-teman yang menyaksikan jadi heran.

Lebay sih, tapi ya nggak apa-apa. Karena Lebay adalah nama tengah Naruto.

Namun tangisan Naruto itu bukan tanpa sebab. Naruto sering mendengar kalau proses melahirkan adalah sebuah perjuangan antara hidup dan mati. Sejak kecil, Naruto sudah amat tahu bagaimana perjuangan sang Bunda waktu sedang mengandung dirinya sampai ke tahap proses melahirkan.

Kalau mendengar cerita itu sekali lagi, Naruto semakin dibuat merasa bersalah karena telah membuat bunda nya merasakan sakit yang nggak akan bisa cowok itu rasakan—apalagi ketika melahirkan. Naruto nggak mau Bunda nya menghadapi kemungkinan-kemungkinan terburuk sebagai wanita hamil, apalagi di usia beliau yang sudah nggak muda lagi.

“Bunda, adek gamau bunda ngerasain sakit lagi kaya waktu dulu Bunda mau lahirin adek. Proses melahirkan kan sakit ya Bun, adek takut Bunda kenapa-napa lagi…”

Mendengar apa yang baru saja Naruto katakan, Kushina jadi semakin mengeratkan pelukannya. Perempuan itu mengusap kepala dan punggung putranya dengan lembut. “Adek… Narendra, dengerin Bunda ya sayang… Sakit yang bunda rasain dulu itu nggak sebanding dengan kebahagiaan Bunda sekarang yang sudah punya anak sehat dan hebat kaya kamu. Rasa sakit itu adalah harga yang harus dibayar supaya Bunda bisa punya kamu di dunia ini. Dan Bunda nggak akan menukar kamu untuk apapun, untuk dunia sekalipun.”

Dan kalimat itu yang membuat nggak cuma Naruto yang menitikan air mata, tapi Minato dan beberapa teman-teman Naruto seperti Sakura, Hinata, Ino, dan Rock Lee juga sukses menumpahkan air mata mereka karena terharu.

“Bundaaaa huhu.” Naruto sekarang memperlihatkan wajahnya yang sembab, bahkan ingusnya hampir keluar. Di mata Kushina, Naruto yang kini genap berusia dua puluh satu di depannya ini masih sama dengan Naruto ketika Kushina pertama kali lihat terlahir di dunia. “Bunda… Makasih ya udah ngelahirin adek.”

Kushina mengusap air mata putranya, “Iya adek, terima kasih ya sudah terlahir jadi anak bunda. Thank you for being born.

“Ayah Bundaa, peluk dong hehe.”

Dan keluarga kecil itu saling menautkan ikatan mereka dengan sebuah pelukan yang diiringi tepukan tangan dari teman-teman HIMAHI dengan Sai yang nggak lupa mendokumentasikan momen tersebut.

Waktu Kushina melepaskan pelukannya dari Naruto dan Minato, perempuan itu menatap satu persatu teman-teman Naruto sambil menyeringai yang bikin mereka ngeri-ngeri sedep. “Adek, kamu kenapa mikir kalau Bunda lagi hamil?? Siapa yang bilang?”

“SAI BUN YANG BILANG!! OMELIN AJA DIA BUN!!” jawab Naruto bersemangat, karena ini saat nya dia balas dendam setelah berhari-hari dibuat overthinking oleh cowok berkulit pucat itu.

“Tante, ampun tante hehe.” Sai sudah siap-siap buat ngacir tapi dia berhasil ditangkap duluan oleh Kushina.

Tapi perempuan itu justru memberikan Sai sebuah pelukan dan usapan di punggungnya alih-alih mengomelinya. “HAHAHA. Lucu deh kamu nak Sai! Kalau ada apa-apa jangan sungkan bilang ke tante ya! Makasih udah jagain Naruto selama di kontrakan.”

Sai mengangguk di dalam pelukan Kushina, karena meskipun beliau ini bukan Ibunya, tapi rasa kerinduan Sai terhadap Ibu kandungnya yang sudah pergi ke surga bisa terbalaskan dengan pelukan mendadak dari Tante Kushina. “Makasih ya tante.”

Acara kecil-‪kecilan itu berakhir dengan sesi foto bersama. Namun nggak sampai di situ, Bunda Kushina dan teman-teman Naruto lainnya lanjut bercengkerama, nggak ketinggalan sambil meledek si pemeran utamanya hari ini.

Naruto nggak pernah merasa sebahagia ini. Dia merasa nggak perlu meminta lebih kepada Tuhan kalau disekelilingnya sudah ada keluarga dan teman yang saling mengasihi.

Selamat ulang tahun, Narendra Utara Wijaya!