Unwelcomed Homecoming
“Damn. I didn’t even know that papi owned a gun.”
“Not a gun, but GUNS.” kata Nash mengoreksi adiknya.
Gwen sempat terkejut, ternyata sudah sejauh itu kakaknya tahu. “How do you know?”
“Jaman sekarang mana ada orang berduit tapi nggak punya senjata. For the rich, firearm has become their business commodity.”
“Bleh. Those filthy rich people and their dirty business.”
Setelah mengunci seluruh akses masuk ke dalam rumah, kedua bersaudara itu sekarang menempati master bedroom milik papi dan mami. Mereka terpaksa mematuhi pesan Uncle Sasuke untuk tidak melangkah sejengkalpun dari rumah meskipun banyak sekali pertanyaan yang berlalu lalang di dalam kepala mereka.
Menurut Gwen, semua hal yang terjadi for the past hours terlihat nggak masuk akal buatnya. Selama ini dia berpikir kalau keluarganya adalah keluarga biasa yang kebetulan kaya raya. Tapi waktu dia menemukan fakta baru kalau Papi nya memiliki banyak senjata api yang tersimpan di kamarnya membuat Gwen berpikir kalau jangan-jangan mereka ini adalah keluarga mafia seperti yang biasa dia lihat di film-film.
Belum lagi tentang perkara dugaan Mami yang bertanggungjawab atas kematian Papi. Meskipun Gwen tahu kalau belakangan ini Mami dan Papi kelihatan sudah tidak saling mencintai lagu, tapi rasanya sangat berlebihan kalau Mami harus sampai membunuh Papi.
Daripada memikirkan hal itu, Gwen memilih buat rebahan di tempat tidur. Tempat tidur yang kadang mereka berempat gunakan untuk tidur bersama kalau Gwen dan Nash sedang manja-manjanya ke orang tua mereka meskipun sudah remaja gede.
“Kak, gue mau tidur aja lah. Pusing betul.”
“Tidur lah. I’ll wake you up for dinner.”
“Lo nggak mau tidur juga?”
Nash menggeleng. “Nggak, gue mau mastiin kalo rumah ini aman.”
“Kay.”
Sebagai kakak laki-laki, Nash selalu membawa kemana-mana pesan dari Papinya kalau dia harus menjaga adik perempuannya. Nash berpikir kalau dia tidur juga, siapa yang akan menjaga Gwen? Setidaknya harus ada satu yang terjaga.
Namun setelah satu jam menahan untuk tidak tertidur, Nash akhirnya ketiduran juga. Tiga jam kemudian, mereka berdua terperanjat karena suara bel mengejutkan mereka sampai berhasil membangunkan keduanya.
Ding dong
“Dek…”
“Kak, ada yang pencet bel.”
Keduanya saling berpandangan, Nash bisa melihat wajah adiknya menjadi agak pucat akibat jantungnya berdetak dengan cepat.
“Nggak usah dibuka. Inget apa kata Uncle Sasuke.”
Ding dong
Ding dong
Ding dong
“Tapi suara bel nya nggak berhenti-berhenti, Kak!”
Gwen sudah mau beranjak dari tempat tidur namun Nash buru-buru menahannya dengan mencengkram pergelangan tangan Adiknya. “What are you doing! Are you crazy???”
“Gue cuma penasaran. Pintunya nggak usah dibuka, tapi at least kita bisa lihat dari intercom siapa yang pencet bel rumah.”
“Gwen!”
Selain mewarisi surai pirang Mami Ino, Gwen juga mewarisi wataknya yang sangat keras kepala dan nggak takut dengan apapun. Dulu waktu masih kecil, Gwen selalu mengajak kakaknya untuk jalan-jalan di dalam rumah ketika sudah malam, katanya sih mau berburu hantu. Sebagai kakak yang baik, Nash menuruti semua permintaan adiknya, atau Gwen akan menangis. Termasuk permintaan adiknya yang sekarang.
Mereka berdua akhirnya berjalan menuju ke foyer di mana tempat intercom yang menghubungkan kamera di bagian luar pintu berada.
Gwen bertugas untuk melihat layar intercom, sedangkan Nash ada di sebelahnya sambil menggenggam golf stick buat jaga-jaga.
Waktu layar intercom menunjukan siapa yang ada di sana, nafas kedua bersaudara itu tercekat dan dua pasang mata mereka membulat sempurna, bahkan Gwen sempat melongo sebentar.
“No way…” Nash bergumam.
Di layar intercom itu muncul wajah Itachi Uchiha—papi mereka, dengan penampilan yang sangat tidak proper. Mereka bisa melihat bekas darah yang sudah kering di sebagian besar tubuh Papi.
“Holy shit. Papi!” Gwen berseru dan berniat untuk segera membuka pintu utama, melupakan fakta bahwa tadi pagi papi nya dilaporkan telah meninggal oleh berita. Namun Nash dengan sigap mencegah apa yang akan adiknya lakukan.
Di seberang sana, suara Itachi yang parau tertangkap oleh intercom. “Gwenevieve? Is that you?? Can you please open the door?”
“Anda siapa?!” Nash balik bertanya, masih sambil menahan adiknya agar tidak secara impulsive membuka pintu utama.
“Ini Papi, Kak.”
“But you are dead.”
“That’s what the news said. Tapi kalau Papi berdiri di depan pintu rumah, artinya Papi masih hidup. Lagian kamu nggak bakal ngeliat hantu sore-sore begini, Kak.”
“Uncle Sasuke told us not to open the door for anyone.”
“Look, we have not much time, tolong dibuka pintunya dan biarkan Papi masuk, ya?”
“…”
Tidak ada jawaban.
“Nashville? Gwenevieve? You guys there?”
“I-iya.”
“Good. And listen to Papi, Papi harus masuk ke rumah dan mandi. Lalu siap-siap pergi untuk selamatin Mami kalian.”
Kedua bersaudara itu kompak mengerutkan kedua alisnya, mereka semakin tidak paham ke mana arah situasi ini akan berjalan.
Kepulangan sang Papi memang sudah mereka berdua nantikan, namun bukan kepulangan dimana Papinya membawa kabar tidak masuk akal seperti ini yang mereka tunggu-tunggu.
“Maksudnya mau selamatin mami itu apa?” Gwen memberanikan diri untuk bertanya.
Helaan nafas terdengar dari sebrang intercom, “Kids… Someone wants your mother dead.”