Zeke’s Issue
Zeke feels the world and all the universes are against him ketika kedua orang tuanya memutuskan untuk berpisah. Sebagai seorang anak, Zeke secara bertahap mulai memahami bahwa keluarganya tidak terlihat seperti yang ada di iklan maupun serial televisi di mana ibu dan ayah makan sarapan bersama, dan berjalan di pantai sambil berpegangan tangan.
Setelah perceraian kedua orang tuanya, Zeke masih sangat berharap orang tuanya akan kembali bersama dan tinggal di rumah yang sama. Tetapi semakin tambah usianya, semakin baik dia memahami dan menerima bahwa rekonsiliasi adalah kemungkinan yang sangat kecil. Namun bodohnya Zeke, dia terus berharap.
Keadaannya semakin parah setelah Zeke mengetahui suatu fakta bahwa dia merupakan seorang anak lelaki yang tidak direncanakan kehadirannya.
“You are lying to me, Dad.”
“Maksud kamu apa Zeke?” Grisha melihat Zeke yang masih remaja tanggung dengan cemas saat air mata mengalir turun ke pipi putranya. Marah, Zeke mengusap air matanya dengan kasar. “Papa sama Bunda, selalu bilang kalau kalian sayang sama aku. Tapi ternyata engga, aku yang lebih tau rasanya!”
“Kenapa kamu mikir begitu?”
“Kalian berdua nggak mengharapkan aku ada!” dia berteriak, “Bunda hamil karena ngga sengaja, ya kan, Pa? Dan itu satu-satunya alasan Papa sama Bunda nikah! Kenapa ngga abrosi aku aja dulu Pa??”
Grisha dan Dina tidak pernah secara khusus membahas seberapa banyak mereka akan memberi tahu Zeke jika dia kelak menanyakan pertanyaan ini. Saat itu tidak ada Dina untuk menenangkan Zeke, menutupi fakta bukan lagi menjadi pilihan yang tepat. Terlepas dari apapun, Grisha menganggap Zeke pantas mengetahui kebenaran yang sesungguhnya terjadi.
“Well, itu bener sayang. Bunda kamu sudah hamil bahkan sebelum kami nikah. Waktu itu Bunda kamu baru mau lulus kuliah lalu mulai berkarier dan Papa lagi internship di rumah sakit. Kehamilan Dina memang by accident, sayang, itu jadi rintangan terbesar buat Bunda kamu. Tapi tolong camkan baik-baik, abortion was never an option. Papa sama Bunda memutuskan untuk menikah dan merawat kamu.”
“Tapi Papa ga cinta sama Bunda… She, she wasn’t someone special to you…”
“No,” Grisha mengakuinya dengan lirih, “Tapi papa sama bunda menghormati dan sayang satu sama lain, sebagai sahabat, not lovers. Dan Papa bisa yakinin kamu Zeke, kalau kami berdua sayang kamu. Waktu Papa gendong kamu buat pertama kalinya, Papa senengnya bukan main, Bunda juga, sampai sekarang Zeke.”
Semenjak itu, ide tentang pernikahan sangat ditentang oleh Zeke. Pernikahan bukan sama sekali sesuatu yang mudah, apalagi ketika Zeke sudah dibebani rasa takut dan tidak adanya keyakinan dalam dirinya untuk diikat oleh sebuah tali pernikahan. Dia tidak bisa mengorbankan anak-anaknya di masa depan apabila pernikahannya gagal di tengah jalan, sebab Zeke tahu rasanya sesakit apa.