The Brunch 1.0
Tiada waktu untuk bersantai bagi kalangan elit meskipun di akhir pekan. Mereka yang terlibat dalam lingkaran relasi high society memiliki agenda wajib dan telah turun temurun diselenggarakan dari beberapa generasi sebelumnya.
Minggu pagi mereka diisi dengan agenda Bachelor’s Brunch. Bachelor’s Brunch merupakan agenda setiap bulan yang biasa dihadiri oleh kelompok kelas sosial yang menduduki peringkat atas, mulai dari pengusaha atau pebisnis besar, politikus, hingga publik figur yang berkumpul dalam satu venue untuk menyantap hidangan sarapan yang digabung sekaligus dengan makan siang sambil mengobrol santai. Tentunya dalam obrolan-obrolan itu, terselip berbagai perundingan, negosiasi, bahkan perdebatan kepentingan untuk meraih keuntungan bagi masing-masing pihak dan tidak sembarang orang bisa hadir dalam agenda tersebut.
The Ackermans tidak pernah absen dalam menghadiri agenda Brunch, kali ini mereka menjadi tuan rumah untuk kesekian kalinya di mansion yang begitu megah. Dominasi kelompok sosialita begitu kental, semuanya yang hadir berpakaian mewah dari rancangan desainer ternama kelas dunia, namun terlihat cukup ciamik untuk bersantai di hari Minggu pagi menjelang siang.
Brunch juga merupakan salah satu agenda awal yang harus dihadiri oleh mereka yang akan debut dan terjun langsung ke society setelah menginjak usia dewasa sebelum menuju ke agenda puncak yaitu Debuntante Ball dengan harapan bahwa anak-anak mereka mampu untuk membangun relasi dan meneruskan kejayaan orang tua mereka dalam bidangnya masing-masing. Para debutant untuk tahun ini akan berpartisipasikan putra-putri keluarga Braun, Braus, Grice, dan Springer. Salah satu pasangan debutant yang paling mencolok tahun ini adalah Gabi Braun dan Falco Grice.
Gaun musim panas santai tanpa lengan memeluk sempurna tubuh mungil Pieck, dipadukan dengan alas kaki yang talinya melilit sebagian kecil dari kakinya untuk menambah aksen feminine namun tetap powerful. Pieck disibukkan dengan perbincangan santai antara dirinya dan beberapa kolega sambil menceritakan pengalaman tur Eropa-nya bersama The Ackerman’s Philharmonic. Semua orang tahu bahwa Pieck Ackerman merupakan harpist paling ternama di negerinya.
Sambil menyesap sampanyenya, Pieck mendengar beberapa lontaran pertanyaan mengenai suaminya yang belum terlihat. Dirinya hanya bisa tersenyum simpul sambil memberi tahu bahwa Jean akan segera tiba di tengah-tengah mereka.
Kurang dari lima menit setelahny, Jean hadir disamping istrinya kemudian merangkul pinggang kecil Pieck mesra.
“Maaf membuatmu menunggu,” dikecupnya pipi kanan sang istri hingga menimbulkan rona kemerahan di wajahnya.
“It’s fine, yuk banyak yang mau ketemu sama kamu,” ajak Pieck sambil menuntun Jean untuk melangkah bergabung menuju kerumunan para koleganya untuk bertegur sapa.
Sambil berjabat tangan, Jean mengulang namanya lebih dari lima kali sebagai salam perkenalan, “Jean Kirstein.”
“Halo Jean, saya dengar perusahaan start up kamu sudah di-recognize dan memiliki pasar yang besar di Silicone Valley ya?” salah satu pria paruh baya melempar pertanyaan sambil mengulas senyum. Yang diberi pertanyaan pun tak kalah senangnya karena bangga dengan apa yang sudah dirinya capai.
“Suamiku memang pekerja keras, Mr. Wallace,” mendengar jawaban dari Pieck, Jean semakin melebarkan senyumannya. “Tentu semua ini berkat dukungan istriku.”
“Oh tentu saja! Kau sangat beruntung menikahi Pieck Ackerman, dia pasti banyak turun tangan membantumu. Seperti memberi puluhan juta dolar suntikan dana misalnya,” kekeh salah satu wanita tua itu dengan nada yang meremehkan Jean. Emosinya seketika tersulut, Pieck yang menyadarinya langsung meremas telapak tangan suaminya untuk menenangkan. Jean paling tidak suka diremehkan.
“Anda tidak mengerti betapa hebatnya suamiku meski dia tidak menerima bantuanku dan siapapun dengan cuma-cuma, Mrs. Susan,” Pieck mengambil alih untuk menjawab pertanyaan wanita paruh baya tersebut.
“Permisi dulu,” ujar Pieck berusaha dengan tetap sopan untuk mengakhiri percakapan mereka.
Sentimen lingkaran high society tidak jauh dari gagasan bahwa Jean Kirstein menikahi Pieck Ackerman karena kepentingan bisnis, yang mana tidak sepenuhnya salah karena keluarga Ackerman menjadi salah satu investor terbesar di perusahaan yang bergerak di bidang teknologi AI rintisan Jean. Tidak sedikit orang yang bergosip bahwa Jean Kirstein yang datang dari kelas terendah kelompok sosial mereka hanya menumpang nama lewat Pieck Ackerman.
“Jangan dipikirin,” Pieck mengusap kanan suaminya lembut, berharap Jean mendapat sedikit ketenangan.
“Aku mau ketemu temen-temen sebentar,” ucap Jean seraya melepaskan genggaman tangan istrinya.
“Langsung ke deket podium kalau udah selesai, I’ll be there with Kak Levi and his wife,” perintah Pieck.
Dan Jean hanya mengangguk sambil berjalan menjauh dan mengambil ponselnya dari saku celana.