lilymagicals

“Tanteeee!”

Begitu Eren dan Carla sampai di Ackerman’s Folley, Mikasa menghampiri Carla dengan riang kemudian memeluknya dengan erat, disusul dengan cipika-cipiki khas perempuan. Semenjak kematian bundanya, Mikasa begitu beruntung karena bisa memiliki sosok lain dengan figure ibu dari Carla yang menyayanginya dengan sepenuh hati. Diantara tiga Ackerman bersaudara, Carla memang cenderung paling dekat dengan Mikasa.

“Sa, akunya ga dikasih cipika cipiki juga?” tanya Eren sambil bercanda dan langsung dihadiahi kecupan di pipi kanannya oleh Mikasa.

“Yuk langsung berangkat aja, mama gak sabar lihat Mikasa pakai gaun yang udah dia rancang sendiri.”

Kemudian ketiganya segera berangkat menuju butik tempat pertemuan mereka dengan desainer lokal yang telah manjadi andalan para kalangan High Society. Gaun yang Mikasa rancang sendiri sketsanya memiliki aksen elegan dan cukup simple berwarna dusty grey kemudian ditaburi dengan payet-payet kristal yang memberi kesan mewah, cocok dengan personanya.

Setelah keluar dari fitting room yang memakan waktu lebih dari sepuluh menit, Mikasa muncul dengan gaun yang memeluk tubuh tingginya dengan sempurna itu berhasil membuat Eren tidak mengedipkan matanya. Eren memandangi keindahan yang dipancarkan oleh kekasihnya dengan seksama dan selama mungkin. Gaun off-shoulder dan rambut pendek Mikasa semakin membuat lehernya terlihat lebih jenjang.

How’s it?” tanya Mikasa sambil memutar tubuhnya, yang ternyata gaun itu memiliki potongan yang rendah di bagian punggung.

“Kita langsung pemberkatan aja yuk, Sa?” entah Eren yang melantur atau berkata serius hingga membuat Carla dan Mikasa terkekeh dengan lembut.

Carla menghampiri Mikasa dengan membawa satu kotak beludru hitam yang Mikasa sendiri tidak tahu isinya apa, kemudian Carla berucap, “You are a drop dead gorgeous, Sayang. Eren is so lucky to have you, and tante couldn’t be happier for both of you.

Eren yang berada tepat di belakang Carla hanya mampu menganggukan kepalanya dengan kedua matanya masih terkunci dengan mata Mikasa, melemparkan tatapan dengan penuh memuja kepada wanitanya.

“Ah, tante bawa ini.” ujar Carla yang sedang mengeluarkan sebuah kalung berliontin Emerald yang sama seperti kedua iris mata Eren.

“Tante...”

“Dulu tante dapet kalung ini sebelum menikah sama papanya Eren dari mendiang mama tante, karena tante nggak punya anak perempuan tapi tante punya kamu, it’s the perfect time to pass this necklace to you.” jelas Carla, Mikasa masih terdiam dan menatap betapa indahnya kalung tersebut.

“Eren, sini pasangin kalungnya ke Mikasa, nak.” perintah Carla.

Tangan Mikasa menggenggam tangan Carla ketika Eren berhasil memasangkan kalung emerald itu di leher jenjangnya, kedua mata Mikasa memandang cermin besar yang ada di depannya.

Perfect, it’s breathtakingly beautiful.” ucap Eren dengan mantap, kemudian menghadiahi kecupan di dahi Mikasa.

“Ya Tuhan... Tante Carla, I lost my words. Thank you very much.

With pleasure, sayang. I hope you will wear this necklace di hari pertunangan dan pemberkatan pernikahan kalian ya,”

“Pasti tante.”

Seolah menjadi benda keramat, kalung emerald pemberian Carla memberikan kekuatan tersendiri untuk Mikasa. Baik Mikasa dan Eren tidak sabar untuk menantikan hari-h pertunangan dan pemberkatannya kelak di kemudian hari.

Pieck, I think Zeke deserves to know the truth.” ujar Levi.

Levi menjadi satu-satunya orang yang mengetahui hubungan Pieck dan Zeke sepuluh tahun yang lalu, Levi juga menjadi satu-satunya orang yang mengetahui pengorbanan cinta Pieck dan Zeke juga perpisahan yang harus mereka berdua alami demi menjaga hubungan Eren dan Mikasa. Karena sejak pertama kali Pieck dan Zeke dipertemukan, tidak akan pernah ada gagasan bahwa mereka akan bersatu, bersatunya keluarga Ackerman dan Jaeger hanya akan dilakukan oleh Mikasa dan Eren. Levi juga menjadi satu-satunya yang terlibat dalam kecelakaan helikopter 10 tahun yang lalu ketika Zeke berusaha mengejar Pieck untuk yang terakhir kalinya.

Mengingat sudah satu dekade penuh Pieck menyimpan rahasianya sendiri, dirinya merasa bahwa perkataan Levi ada benarnya, Zeke berhak tahu fakta yang sesungguhnya. Sehingga di sinilah Pieck dan Zeke berada, mereka berdua sedang berdiri di depan gundukan tanah, makam milik seseorang.

Mengandung keturunan Zeke Jaeger di usia Pieck yang baru saja menginjak kepala dua sungguh bukan merupakan bagian dari rencana mereka. Situasi yang ada membuat Pieck menyimpan rahasianya sendiri, bahkan tidak dengan Zeke.

“Dia genap berusia sepuluh tahun hari ini, seharusnya.”

Zeke sulit bernafas dengan benar ketika mendengar perkataan wanita yang berdisi di sampingnya.

He would’ve been a father of ten years old kid now.

How does he look like?” tanya Zeke.

Totally a copy of you, he has your blonde hair and blueish eyes,” balas Pieck lembut sambil mengenang rupa putra kecilnya yang dilihat oleh kedua matanya sepuluh tahun lalu untuk yang pertama dan terakhir kalinya.

Kedua kaki Zeke tak kuasa untuk menopang tubuhnya sehingga Zeke menyerah dan terjatuh ke tanah, tangannya berusaha meraih gundukan tanah dimana anaknya yang bahkan belum sempat dia ketahui telah hadir di dunia disemayamkan.

“Detak jantungnya berhenti di usia kehamilanku yang kedelapan, and yeah... I gave birth to a lifeless baby.” ucap Pieck ditengah-tengah nafasnya yang tercekat dan dengan susah payah membendung air mata.

Zeke masih belum merespon apa-apa selain dengan suara isakan tangis yang perlaham terdengar semakin keras dan Pieck hanya memberikan kesempatan itu kepada Zeke untuk berduka. Zeke menyesal tidak mengetahui dirinya akan memiliki seorang anak dari perempuan yang dulu dicintainya, Zeke menyesal tidak bisa menjaga anaknya hingga terlahir dengan selamat, namun Zeke tahu, apapun keputusan yang Pieck ambil merupakan keputusan yang berat. Zeke tidak bisa menyalahkan siapa-siapa selain dirinya sendiri.

I am sorry, Pieck... I should’ve been there for you and our child. Ya Tuhan, bodoh sekali aku.”

Zeke, our lives must go on. Aku bohong kalau kehilangan dia ngga meninggalkan trauma buatku, but I am sure that he is watching us from above and doesn’t want both of us to live a sorrowful life. I have moved on from the pain, Zeke. And you should too.

I am sorry... My dear, I am sorry...

Pieck ikut berjongkok dan mensejajarkan posisinya dengan Zeke yang masih terududuk di permukaan tanah, tangannya terangkat untuk mengusap bahu lebar Zeke, “It’s okay... Don’t blame yourself ya.

Setelah beberapa menit yang cukup lama, keduanya bangkit dan meninggalkan area pemakaman setelah dirasa cukup. Saat tiba di lahan kosong dimana kedua mobil mereka diparkirkan, Zeke dan Pieck hendak berpisah sebelum Zeke menanyakan suatu hal,

Can I hug you?

Sure.

Keduanya berpelukan dengan erat, Zeke menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Pieck, masih dengan suasana hati yang berkabung. Mengetahui hal tersebut, Pieck berkali-kali mengusap punggung lebar pria itu, berusaha untuk memberi ketenangan.

Find your own happiness, Zeke.

It would be hard without you, apa kamu sendiri sudah bahagia, Pieck?”

Masih dalam pelukan Zeke, Pieck mencoba untuk menjawab “I am still trying to find one too,” kemudian menjadi yang pertama untuk melepaskan pelukan mereka. Namun Zeke berhasil menangkap tatapan nanar yang ada di kedua mata Pieck.

“Kamu boleh dateng kesini kapanpun, to visit him.

Thanks for allowing me. Kamu juga bisa kembali ke aku kapanpun, Pieck.”

“Hahaha jangan mimpi, Zeke. Mikasa and Eren’s engagement will happen in two weeks.

“Berarti kita ga jodoh ya?” tanya Zeke miris.

Not in this life.” balas Pieck sambil mengangkat kedua bahunya.

“Duluan ya Zeke, masih ada yang harus diberesin. Thank you for today.” ucap Pieck sebelum dirinya masuk ke mobil dan menyalakan mesinnya, kemudian meninggalkan area pemakaman beserta Zeke yang masih berdiri dan menatap nanar kepergian mobil Pieck yang semakin menjauh.

Pandangan Pieck tertuju ke arah bawah dari atas balkon dimana Mikasa, Eren, dan Jean sedang berbincang bersama—atau lebih tepatnya, Eren dan Jean yang sedang terlibat argumen kekanakan yang tidak penting, di halaman belakang mansion utama. Melihat Jean yang digabungkan dengan Eren, Pieck menyadari betapa ekspresif suaminya itu, dia dapat melihat Jean tersenyum, mengeluarkan ekspresi jengkel, kemudian mengomel karena Eren melakukan suatu hal yang menurut Jean itu bodoh. Jauh berbeda dengan Jean yang selalu ditemuinya setiap hari di rumah, Jean yang ada di rumah adalah Jean yang minim ekspresi dan berbicara seadanya dengan intonasi datar. Hati Pieck bergetar seketika.

My dear little Pieck ain’t so little anymore, I guess.” terdengar suara baritone yang dikenalinya membuyarkan lamunannya seketika. Zeke Jaeger datang dengan sebatang rokok di sela kedua jarinya, lalu menempatkan diri disamping Pieck, sama-sama memandang ketiga orang di bawah sana.

Doesn’t this feel so nostalgic? Dulu kita selalu ada di balkon ini, kadang cuma kita berdua, kadang bertiga sama Levi. Terus Eren sama Mikasa di bawah sana, main bareng. Bedanya, waktu itu belum ada Jean.”

Pieck menyetujui gagasan Zeke dalam diamnya, potongan memori masa kecilnya perlahan memenuhi ruang di kepala, “And you used to sneak out and smoke here too.” ucap Pieck.

Just like what I am doing right now, kamu masih inget ternyata.”

Yeah.” balas Pieck lirih sambil mengangguk

Zeke semakin dalam menghisap ujung dari batanv rokoknya, kemudian bertanya pada Pieck “How are you doing?

Good. And you?

After you left me ten years ago? Not really good, to be honest.

Setelah itu hanya ada keheningan yang menyelimuti mereka berdua meskipun teriakan Eren dan Jean yang cukup keras dapat terdengar hingga atas balkon serta Mikasa yang berusaha ‘mengomeli’ kedua pria di bawah sana karena terlalu berisik.

Bila kalian sudah mengetahui cinta pertama Jean Kirstein adalah Mikasa Ackerman, maka cinta pertama Pieck Finger adalah Zeke Jaeger, pria dengan surai keemasan yang ada disampingnya sambil merokok saat ini. Sepuluh tahun yang lalu, ketika Pieck tersadar bahwa cinta pertamanya tidak akan berjalan sesuai dengan angan-angannya, Pieck memilih untuk menarik diri. Mengubur semua harapan dan cintanya untuk Zeke Jaeger, dengan meninggalkan pria itu tanpa ada kesempatan melihat kembali sosoknya.

Sampai sepuluh tahun yang lalu, bagi Pieck Ackerman, segala sesuatu tentang Zeke Jaeger adalah yang ‘pertama’ untuknya.

What happened to the child—

There is no child.” lamunan Pieck terhenti dan dirinya buru-buru memotong kalimat Zeke sebelum diselesaikan.

But Levi said—

He doesn’t know a thing,

He knows everything, Pieck! Tell me, what happened to our child?

Bibir Pieck tidak bisa bergerak dan lidahnya begitu kelu, dia tidak punya secuil tenaga yang tersisia untuk menjawab. Biarkan air mata yang mulai turun deras menjadi jawaban.

Zeke, stop.

Suara Levi menggema sebagai sebuah interupsi dengan menampakkan dirinya yang datang dari arah dalam dengan kaki yang terpincang, entah sejak kapan Levi sudah mendengar percakapan mereka beedua.

Don’t give a pressure on my sister,

Setelahnya, Pieck memilih pergi dan meninggalkan Zeke bersama Levi di teras balkon berikut dengan pertanyaan Zeke yang akan terus menjadi sebuah pertanyaan tanpa jawaban. Zeke menatap punggung kecil Pieck dengan nanar, sama seperti punggung kecil dan rapuh yang dia lihat di bawah langit sore Boston untuk yang terakhir kalinya, sepuluh tahun yang lalu.

Levi Ackerman is diagnosed with Quadriplegia after being a survivor of a helicopter crash ten years ago with Zeke Jaeger.


Flashback to 10 years ago

“Pieck is flying to Russia within two hours,”

“No shit, I have to talk to her.”

“Gue ikut, Zeke.”

Sore itu di Boston, Amerika Serikat. Zeke dan Levi sedang menempuh pendidikan masternya di Massachusetts Institute of Technology. Levi yang mengetahui bahwa hubungan diantara Zeke dan Pieck lebih dari sebatas kerabat dekat, meskipun dia tahu bahwa keduanya tidak akan bisa bersama, memilih untuk menyertai Zeke mengejar adiknya.

Zeke dan Levi mengejar keberangkatan Pieck ke bandar udara internasional John F. Kennedy menunggangi helikopter yang Zeke kemudikan sendiri, dengan harapan semuanya belum terambat dan dia masih dapat bertemu Pieck. Levi ada di kursi penumpang di samping kiri Zeke.

Namun naas, helikopter yang mereka tunggangi tidak pernah sampai ke tujuan dengan selamat. Helikopter itu jatuh dari ketinggian ratusan kaki, kemudian menelan habis kesadaran Levi dan Zeke begitu mereka mendarat dengan kehancuran dimana-mana.

end of flashback


Ketakutan terbesar Levi adalah kehilangan kemampuan untuk menjalani hidupnya secara normal setelah kecelakaan yang terjadi, dengan begitu, Levi tidak akan mampu untuk melindungi orang-orang terkasihnya. Dirinya merasa tidak berguna dan terus menyalahkan diri sendiri atas ketidaksempurnaannya. Namun berkat bantuan dari dr. Hange Zoe, Levi berhasil melewati masa-masa sulitnya dengan menjalani terapi eksklusif untuk memulihkan kembali kondisinya.

Setelah beberapa tahun kemudian, rasa sakit itu kembali menghampiri tulang belakangnya. Malam itu, untuk kedua kalinya dalam satu hari lututnya mati rasa, bagian bawah tubuhnya sama sekali tidak bisa digerakan, Levi tidak bisa merasakan kakinya yang berpijak dan mematung dalam posisi berdirinya sebelum akhirnya terjatuh dan cangkir teh yang ada digenggamannya ikut terlepas hingga pecah.

“LEVI!”

Petra yang melihat suaminya ambruk berlari dengan panik untuk menghampirinya.

“Petra, jangan lari! Stop di sana, jangan panik!” teriak Levi berusaha mencegah istrinya untuk mendekat, kondisi di sekitarnya berantakan. Pecahan kaca berserakan dan dirinya tidak mau memberi risiko kepada istrinya.

It’s okay, kaki aku cuma kram dan tadi kesandung.” ucap Levi dengan dusta.

Kedua mata Petra masih terus bergetar, sebab Petra tahu apa yang telah dialami suaminya sepuluh tahun lalu di hari pertama mereka bertemu. Waktu itu, Levi belum sepenuhnya pulih dari keterpurukannya, kehadiran Petra dalam hidup Levi bisa dikatakan memberikan secercah harap untuk bangkit kembali. Tidak hanya Petra, kedua adik perempuannya, Pieck dan Mikasa, tidak ada hentinya untuk ikut menopang beban yang Levi pikul. Semenjak itu, Levi berpikir menjadi pulih kembali adalah the least thing he could do for the three of them.

“Kamu panggil maid aja dan suruh mereka beresin ini,” perintah Levi.

“Kamu bisa berdiri?”

“Bisa,” bohong, Levi bahkan tidak tahu apakah dia bisa menggerakan kakinya, apalagi untuk berdiri.


“Petra, I am sorry. This is who I am, the man who is unable to accept the fate of being unable to be the active and adventurous man he once was, the man who once wanted to to end his life.”

The Jaeger’s tiba pada udangan makan malam di Ackerman’s Folley satu jam sebelum makan malam dimulai. Kali ini mereka datang dengan formasi lengkap, Zeke, putra sulung Grisha Jaeger menapakan kakinya untuk yang pertama kali setelah bertahun-tahun lamanya di mansion terdesebut.

Memasuki pintu utama yang terhubung dengan ruang guest entrance dari mansion bergaya neo-classic tersebut, The Jaeger’s disambut hangat oleh Mr. Ackerman, Mikasa, dan Levi kemudian menyempatkan untuk berbincang-bincang tentang banyak hal.

Eren dan Mikasa terlihat tidak bisa dipisahkan sepanjang malam itu, semua yang menyaksikan hal tersebut hanya bisa maklum dan paham betul keduanya sangat lengket bak perangko.

“Zeke, lama gak ketemu. Apa kabar?” sapa Mr. Ackerman.

“Saya baik, Mr. Ackerman. Suasana mansion ini masih tetap sama ya,” jawab Zeke sambil berbasa-basi, nyatanya memang tidak banyak yang berubah dari mansion ini.

Pieck dan Jean muncul dari sayap kiri mansion Ackerman, keduanya sedikit terlambat karena satu dan lain hal. Melihat kehadiran Zeke, Pieck mencoba untuk tidak menjatuhkan pandangannya pada pria dengan surai pirang yang sedang menatapnya tajam. Disamping Pieck, ada Jean yang sedang berpain peran sebagai suaminya dengan apik.

Congrats ya Petra, saya belum sempet kasih selamat secara langsung. How’s everything going? Sehat kan?” tanya Zeke yang agak menyingkir dari percakapan ayahnya dan Mr. Ackerman.

“Sehat. Thank you Zeke, fortunately everything’s going well,” jawab Petra sambil melempar senyum.

How about we start the dinner now? Setelah itu kita baru diskusikan acara pertunangan Eren dan Mikasa.” sahut Mr. Ackerman.

Agenda makan malam berjalan dengan sebagaimana mestinya, makanan yang dihidangkan di atas meja makan yang terbentang memberikan kepuasan sendiri bagi mereka yang menyantapnya. Setelah itu, mereka semua kembali ke ruang tamu dengan botol-botol vodka yang disajikan.

So, how’s the preparation?” Tanya Mr. Ackerman untuk membuka diskusi.

Private ceremony would be better I think, Eren and I sepakat nggak mau terlalu rame acaranya, ribet,” jelas Mikasa singkat.

“Loh? Kenapa private? Pertunangan kalian akan dicatat dalam sejarah buat kalangan kita loh.”

Mikasa dan Eren sudah menebak keinginan kedua orang tua mereka untuk menggelar acara pertunangan dengan megah dan exposure dimana-mana, sekalian untuk kepentingan bisnis. Namun baik Mikasa dan Eren merasa hal tersbut tidak benar-benar diperlukan.

Is that really matter? Masih ada wedding, kita bisa all out disana,” saran Eren.

Hasil dari keputusan tersebut adalah pertunangan Eren dan Mikasa yang akan digelar secara private. Sebelum benar-benar pulang, Grisha dan Mr. Ackerman masih memiliki agenda untuk didiskusikan. Mikasa dan Eren sudah terlebih dahulu undur diri, Petra tetap tinggal di ruang tamu bersama Carla—istri Grisha, Levi dan Zeke entah membicarakan apa, dan tidak banyak yang bisa dilakukan Pieck dan Jean.

Well, well, nice office you got there, Ackerman.

Zeke Jaeger bertepuk tangan setelah berhasil masuk ke ruang kerja Levi Ackerman, apapun maksud dari tepukan tangan itu, Levi tidak menyambutnya dengan baik.

To the point aja,” pinta Levi yang bahkan tidak mempersilahkan Zeke untuk sekedar duduk.

Is this how you treat a guest?

I have no time, cepetan.”

Tanpa memperdulikan gerutu Levi, Zeke tetap memilih untuk mendudukan dirinya di sofa berwarna hitam yang tersedia di ruang kerja Levi, membuatnya berhadapan dengan lelaki bersurai hitam yang tubuhnya jauh lebih kecil.

Tak luput lagi, keluarga Ackerman dan Jaeger sudah menjalin hubungan bahkan sebelum kedua putra sulung mereka lahir di tahun yang sama. Relasi pertemanan itu kemudian diwariskan ke anak-anak dari kedua keluarga yang dinilai menempati kasta tertinggi kelompok High Society. Zeke, Levi, Pieck, Eren, dan Mikasa sudah mengenal sejak mereka menginjak usia belia.

Seperti halnya Eren dan Mikasa, Zeke dan Levi juga tumbuh bersama, menempuh pendidikan di institusi yang sama dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, memiliki lingkaran pertemanan yang sama, lalu keduanya meraih gelar Insinyur di waktu yang sama pula.

Setelah sebuah tragedi sepuluh tahun yang lalu terjadi, Zeke dan Levi sama-sama memutus hubungan pertemanan mereka. Keduanya lagi-lagi secara bersamaan melakukan hal yang sama, yaitu menghindari satu sama lain. Zeke yang menetap di Negeri Paman Sam, sedangkan Levi yang menetap di Tanah Air-nya.

Your father invited us to have a dinner at your mansion, most likely to discuss about Eren and Mikasa’s engagement ceremony.

“Itu yang menurut lo penting?”

“Bukan, tapi gue denger dari Hange... Lo mau terapi lagi?” tanya Zeke hati-hati.

Levi menggerutu dan merapalkan segala sumpah serapah untuk temannya, dr. Hange Zoë, yang telah membocorkan informasi tersebut kepada orang lain. Seharusnya Levi tidak percaya dengan Hange secara cuma-cuma, mengingat temannya yang satu itu sungguh tidak bisa menjaga rahasia.

Why? Lo mau ketawain gue?”

Damn—you always have that negative thinking about me,

Again, it’s because you deserve that.

Zeke hanya menaikkan kedua bahunya sebagai respon, kemudian dirinya menghela nafas berat.

“Gue cuma mau minta maaf. The fact that I have fully recovered since that incident, but you’re still at your struggle.

Melihat ketulusan Zeke dalam kalimatnya, ekspresi wajah Levi mulai melembut, bagaimanapun, mereka berdua mengalami hal yang sama-sama traumatis bagi mereka berdua. Seharusnya, Zeke dan Levi bisa melewati masa-masa sulitnya untuk kembali pulih bersama-sama, seperti yang biasanya mereka lakukan.

Forget it, Zeke.

I hope everything is running well, for your therapy. I trust Hange.

Thanks,

Levi Ackerman tidak benar-benar membenci Zeke Jaeger karena apa yang terjadi pada dirinya, kalaupun ada sesuatu hal yang membuatnya kesal terhadap Zeke, hal itu adalah sesuatu yang melibatkan adik perempuannya, Pieck.

How is she?” Zeke mencoba untuk membuka suara kembali dengan melempar pertanyaan membuat lawan bicaranya mengangkat alis kanan nya tinggi-tinggi.

She’s married,”

Fuck, I know that, tolong jangan diperjelas. To Jean Kirstein, huh? Selera bokap lo payah juga.”

Well, gue setuju sama yang itu,”

Setelahnya hanya terdengar tawa Zeke yang menggelegar, kemudian dirinya beranjak dari sofa yang telah menjadi tempatnya untuk duduk selama tidak lebih dari 20 menit, menyudahi acara reuni kecil-kecilan bagi kedua pria yang dulunya adalah teman baik.

Mikasa dan Eren singgah sebentar dan meluangkan waktu untuk makan siang bersama di tengah-tengah kesibukan mereka. Keduanya memilih restoran berbintang lima dengan menu masakan Italia untuk hari ini.

“Gimana reaksi abang kamu soal Brunch kemaren?” tanya Eren pada tunangannya, Mikasa, sembari menunggu santapan makan siang mereka dihidangkan.

Not as bad as what I expected though—aku kira kita bakal ngelewatin argumen panjang sebelum dia ngalah, thanks to Kak Pieck.” jawab Mikasa sambil tersenyum.

“Terus?”

Fortunately, ada Kak Petra juga, I thank both of my sisters a lot, mereka semua berhasil bikin Levi gak meledak. Terus ya... Gitu deh akhirnya Levi kasih dukungannya buat kita,”

Levi worried too much about unnecessary things,” lanjut Mikasa sambil menggerutu.

Sejak kemarin, Eren paling khawatir dengan respon Levi atas rencana pertunangannya dengan Mikasa yang diumumkan secara mendadak. Mendengar penjelasan Mikasa barusan membuat Eren jauh lebih lega.

Good then, lagian Abangmu pasti tau lah yang terbaik buat kamu—which is me,” ucapnya dengan bangga sambil terkekeh.

Keduanya melanjutkan percakapan dan berdiskusi mengenai berbagai hal, salah satunya tentang konsep acara pertunangan mereka secara resmi dan agenda kumpul bersama lingkaran pertemanan mereka di akhir pekan sampai makanan mereka siap untuk disajikan dan kemudian disantap, Eren dan Mikasa menyantap makan siang masing-masing dengan tenang dan diselingi candaan ringan khas Eren yang mampu membuat Mikasa tak ada hentinya tersenyum.

Hubungan keduanya telah dimulai sejak mereka masih belia, dalam lingkungan keluarga high society, perjodohan merupakan hal yang lazim untuk dilakukn dengan tujuan memperkuat bisnis kedua pihak keluarga. Dalam kasus Eren dan Mikasa, perjodohan tidak menjadi hal yang sulit karena keduanya sudah beriringan bersama sejak kecil hingga timbul perasaan cinta diantara keduanya. Meskipun tidak mudah untuk mencapai ke tahap dimana mereka berdua sekarang berada sebab Eren dan Mikasa memiliki kepribadian yang jauh berbeda namun dinamikanya saling melengkapi. Mikasa selalu melihat bahwa Eren merupakan personifikasi dari sebuah kebebasan, tidak jarang dirinya merasa Eren terlalu terbang jauh, namun Mikasa ada sebagai tempat Eren untuk berpulang.


Tepat pukul dua siang keduanya menyelesaikan agenda makan siangnya, Mikasa segera mengajak Eren untuk mengantarkannya kembali ke kantor. Ketika berjalan beriringan menuju elevator, netra Mikasa menangkap sosok lelaki yang keluar dari elevator lain dan berjalan menjauhi keduanya.

“Ren, wait up. Itu Jean bukan sih?” tanya Mikasa memastikan.

Eren mengedarkan pandangannya dan kemudian matanya jatuh di salah satu objek punggung yang terasa familiar baginya, namun yang membuat Eren mengerutkan dahinya adalah perempuan yang berjalan disamping lelaki itu sambil bergandengan mesra.

“Lah iya kaya Jean... Is that Kak Pieck? The who clings into his arm?

“Bukan, that girl has a dark brown hair meanwhile Kak Pieck has a black one. Tinggi Kak Pieck juga nggak lebih dari bahu Jean,”

Eren dapat mendengar intonasi kecurigaan dari Mikasa, “You better ask Pieck where she is right now,

Tanpa disuruh dua kali, Mikasa buru-buru mengeluarkan ponselnya dan mengetik sebuah pesan yang ditujukan kepada kakak perempuannya pada saat itu juga.

Levi bangun dari tidurnya hanya untuk menemukan kekosongan disampingnya, tangannya meraih ponsel yang terletak di nakas samping kiri ranjangnya untuk mengecek pukul berapa dia terbangun. Di Senin pagi ketika matahari belum sepenuhnya terbit namun Petra sudah tidak terlihat masih berbaring tidur di sampingnya, perempuan itu tidak pernah melewatkan agenda paginya untuk menyiapkan berbagai kebutuhan bagi keduanya setiap hari.

Rasa kantuk masih menyelimuti dirinya, namun Levi tetap berusaha untuk meninggalkan tempat tidurnya dan bergegas untuk bersiap memulai hari. Biasanya, Levi akan menemui Petra di meja makan untuk bersama-sama menyantap sarapan.

“Sayang, nanti siang aku mau ke kantor to organize next month’s charity event,” ungkap Petra yang hendak mengantar kepergian suaminya menuju kantor. Petra merupakan petinggi sebuah organisasi amal milik keluarganya yang bergerak untuk memberikan bantuan bagi anak-anak dan komunitas perempuan.

“Dianter supir ya, jangan nyetir sendiri.”

“Iyaaa.”

“Yaudah, aku berangkat,” Levi mengecup kening istrinya setiap pagi sebelum benar-benar berangkat ke kantor.

Sebagai seseorang yang menduduki jabatan sebagai Executive Chairman perusahaan dalam bidang industri teknologi senjata militer, Levi Ackerman begitu passionate dalam profesinya. Hari ini akan banyak agenda yang harus dilalui dan dirinya bertekad untuk menyelesaikannya secepat mungkin begitu sampai di gedung perkantorannya.

“Selamat pagi, Pak,” sapa asisten pribadinya, Gunther Schultz, begitu dirinya masuk ke ruang kerjanya.

“Pagi—ada laporan apa?” tanya Levi to the point.

“Saya dapet laporan kalo Pak MenHan minta informasi tentang agenda transisi militer kita ke sumber energi terbarukan dengan microgrid bertenaga surya fotovoltaik,”

“Hasil meeting minggu lalu kamu susun ulang dengan Nifa, lalu beri tahu saya sebelum kamu kasih laporannya ke MenHan. Ada lagi?”

“Baik Pak, ini juga ada yang mengajukan agenda informal meeting sama Bapak,” jawab Gunther sambil.

“Zeke Jaeger, Pak.”

Levi mengerutkan dahinya dan jari-jarinya berhenti mengusap layar tablet begitu mendengar nama tersebut terucap dari asisten pribadinya. Dia sama sekali tidak ada urusan dengan pria yang tadi namanya Gunther sebutkan, pun tidak ada agenda di masa depan yang mengharuskan mereka berdua untuk saling berhubungan secara profesional. Keduanya sudah bertahun-tahun tidak memiliki kepentingan bersama.

“Kosongkan jadwal saya kapapun yang memungkinkan dan beri tahu pihak Zeke Jaeger,” ucap Levi pada akhirnya setelah berhasil dimakan oleh rasa penasarannya sendiri.

Terakhir kali berurusan dengan Zeke Jaeger, keluarganya dihadapkan dengan peristiwa yang hampir menghancurkan hidupnya dan salah satu adiknya. Levi hanya berharap kembalinya Zeke Jaeger tidak akan membawa petaka seperti apa yang terjadi di masa lalu.

“Yang tadi itu maksudnya apa, Mikasa?”

Levi, be easy on her. Don’t ruin her happiness.” sela Petra sebelum Levi kembali meledakan emosi yang ditujukan kepada adik bungsu perempuannya.

Pieck tampak enggan membuka mulutnya, karena yang paling berhak untuk bebicada di sini adalah Levi. Pieck dan Petra hanya berjaga-jaga sebagai pengamat apabila Levi mulai melampaui batas. Di sisi lain, Mikasa justru tampak tenang dalam duduknya, tangannya bergerak meraih secangkir teh camomile yang harumnya dapat menenangkan pikiran.

I know what I am doing, Kak. Aku udah dewasa, dan nggak seharusnya Kak Levi marah dengan keputusanku,” ucap Mikasa masih dengan nada yang tenang.

Tangan Levi dihentakkan ke sisi meja, kemudian mengeluarkan suara decakkan khas Levi Ackerman, “Apa kamu dipaksa Ayah untuk segera menikahi Eren?”

Kekhawatiran terbesar Levi adalah melihat adiknya yang terbelenggu, setelah kegagalannya melindungi Pieck dari belenggu kuasa sang Ayah, hal terakhir yang Levi inginkan adalah kegagalan lainnya untuk Mikasa yang terjerat belenggu kuasa Ayah mereka.

Nope, it’s all on mine and Eren’s decision. Ayah sama Om Grisha cuma casually tanya kapan kita mau announce pertunangan kita—“ Mikasa memotong kalimatnya untuk melahap bite-sized cheesecake yang disajikan Petra.

“Terus Eren bercanda gimana kalau kita announce hari ini juga, waktu Brunch. Long story short, Ayah dan Om Grisha mendukung gagasan kami,” Lanjut Mikasa mantap.

Pieck akhirnya mencoba untuk buka suara, “Menurut kamu, ini nggak terlalu cepat emangnya?”

Nope, Kak Pieck. This is the right time, kami berdua nggak mau menunda-nunda lagi. We’ve been madly in love for almost two decades.

As long as you are ready untuk melangkah ke tahap selanjutnya, as long as the decision came from your own, Kakak yakin semuanya akan baik-baik aja,” ucap Pieck pada akhirnya, turut bahagia untuk adiknya.

“Mikasa, you understand that marriage is not an easy task, right?” Tanya Petra mengambil alih, dirinya mempunyai kasih sayang yang sama besarnya seperti Levi untuk kedua adik iparnya. Namun Petra jauh lebih optimis dan mempercayai keputusan adik ipar bungsunya, bahwa keputusan yang dipilih tidak akan merugikannya.

Levi hanya mengusap batang hidungnya, keadaannya sudah jauh lebih tenang. Percakapan kali ini berjalan sesuai harapan mereka semua, tidak ada urat yang saling menonjol di kepala.

“Aku tahu, pernikahan itu nggak mudah. But I’ve learned a lot of stuffs about marriage, not only from you my brother and sisters, but also other people.

“Kurasa apa yang dikhawatirkan Levi nggak akan terjadi, kamu jauh lebih capable untuk mengurusnya daripada yang kakakmu kira, Mikasa.”

Thanks, Kak Petra. It meant a lot for me,

Fine—Kakak cuma harap kalau kamu bakal cerita ke kita semua sebelum mengambil keputusan bulat-bulat.” ucap Levi pada akhirnya.

Sometimes, keputusan yang udah bulat akan jadi kotak lagi kalau aku ngobrol sama kalian, though...”

“Mikasa...”

Pieck mulai cemas, dibanding dengan dirinya, Mikasa jauh lebih berani untuk berargumen dengan Levi. Sedangkan dia hanya berusaha menjadi penengah, berusaha mencegah apabila keduanya mulai naik darah. Terkadang, pendapat Pieck jauh lebih rasional dari Levi, namun dia tetap memilih untuk diam, mempersilahkan kakaknya untuk memimpin.

Enough, Mikasa. I have nothing to against your decision, I just want to let you know that we’ll always be here to catch your back.

Mikasa beranjak dari duduknya, menghampiri Levi dan memeluk kakaknya dari samping seraya merapalkan kalimat betapa berterimaksih dirinya memiliki Levi sebagai kakak lelakinya. Kemudian Mikasa pamit dari kediaman Levi dengan alasan banyak agenda yang harus dirinya selesaikan sebelum petang, menyisakan Levi, Pieck, dan Petra di halaman belakang kediaman putra sulung Ackerman. Petra seolah melihat isyarat yang tak terucapkan dari kedua kakak beradik dengan surai legam sore itu, “Aku masuk dulu ya? I need to check on my report.

Petra meninggalkan keduanya yang diselimuti keheningan untuk beberapa saat. Dengan Pieck, Levi tidak pernah tidak merasa bersalah. Pieck yang Levi ketahui tidak bahagia di dalam pernikahannya. Pieck, adik kecilnya yang tidak memiliki kesempatan untuk menikahi pria yang dicintai dan mencintainya.

I am happy for Mikasa...” kalimat Pieck yang mengudara sampai dengan sempurna ditangkap oleh kedua telinga Levi, namun tatapan kosong adik perempuannya tak luput dari pengamatan Levi.

Have you meet the bigger Jaeger today?” pertanyaan Levi yang menurutnya sangat out of topic membuat Pieck tersentak dan memposisikan tubuhnya menghadap kakak lelakinya.

“Dia kesini?” tanya Pieck heran dengan sebelah alis yang terangkat.

“Sebentar, just to drop the Jaegers and said a brief hello then he left,” balas Levi sambil mengangguk.

“Aku nggak punya alasan untuk ketemu dia,” ucap Pieck sambil menghembuskan nafas beratnya.

Levi paham benar dengan kesedihan yang terpatri di raut muka dan tatapan sendu adiknya. Untuk beberapa saat, Levi menyesal telah mengangkat topik sensitif ini ke permukaan, tapi menurutnya, cepat atau lambat Pieck dan lelaki itu akan bertemu, dan Levi mau adiknya sudah menyiapkan hatinya.

How are you and Jean? Permintaan ayah soal cucu... Udah kamu bicarain sama dia?”

Pieck hanya menggeleng, “Aku rasa Jean juga punya gagasan yang sama kaya aku—that having a child is not necessary in our marriage.

“Pieck... Trauma masa lalu nggak—“

“Ini nggak ada hubungannya dengan kejadian masa lalu, Kak.” Pieck menyela kalimatnya cepat-cepat, memberikan isyarat bahwa dirinya tidak mau membahas topik tersebut.

I am sorry.

You are not at fault, Kak. Jangan khawatir, masalah itu akan aku dan Jean selesaikan. We both can handle it.

Dianggukannya kepala Levi, tanda bahwa dirinya setuju dan mengerti gagasan adiknya serta siap untuk memgangkat topik lain selanjutnya. Pieck hidup untuk bersinar di atas panggung dengan Harpa-nya, lantunan musik klasik telah mengalir dalam darah kentalnya, Pieck selalu mengingatkan dirinya terhadap sosok ibu ketiga anak Ackerman yang sama-sama mencintai musik klasik.

Then, are you really going to retire? From the stage?

As long as I still can hear the melody from afar, tanpa memainkan Harpa, I think I will be fine with it. Aku masih bisa terlibat di orkestra meski nggak secara langsung tampil di panggung, aku bisa kelola yayasannya. Lagi pula, banyak harpist yang lebih muda dan mereka berhak untuk bersinar,” jelas Pieck cukup panjang, namun Levi tidak segera melanjutkan percakapan.

Teh camomile yang dihidangkan mulai mendingin, seraya dengan semilir angin sore yang langitnya mulai meredup sebab matahari akan segera tenggelam.

“Kak Levi,”

“Hmm?”

You have had enough time to worry about me and Mikasa, as much as I appreciate your concern on us, but I want you to prioritize your own life first. I want you to do the things you wanted to do, tanpa mikirin kedua adik Kakak. Aku mau kakak mengutamakan kehidupanmu sendiri, mengutamakan Kak Petra dan calon anak dalam kndungan dia. I want you to live your life to the fullest.

Ditatapnya dalam-dalam adiknya di sebrang meja, senyuman Pieck begitu hangat dan kehangatannya menembus jantung Levi sendiri. Sepanjang hidupnya setelah kepergian Ibunda mereka, Levi menghabiskan masa hidupnya dengan penuh kekhawatiran dan berjanji untuk memenuhi amanah yang ditinggalkan Ibundanya. Sebab Levi yang beranjak dewasa mulai sadar, dia tidak bisa sepenuhnya percaya dengan Ayah mereka.

“Kak, you went through a lot too... Nggak cuma aku dan Mikasa. I will always have your back too, please remember that. You worked so hard, you have done well.

Sebagai kakak lelaki tertua bagi kedua adiknya, Levi tidak pernah diajarkan untuk menjadi egois. Sang Ibunda yang tidak panjang usianya berusaha memberi putranya pengertian bahwa dia harus menjaga kedua adiknya sepenuh hati, nasihat itu terus dijaga oleh Levi Ackerman jauh dalam lubuk hatinya. Sore itu, kalimat terakhir Pieck sebelum pamit untuk berpulang ke kediamannya menyadarkan Levi bahwa dirinya perlu untuk sedikit lebih mempriorotaskan kehidupannya.

Terdengar suara dentingan gelas yang berasal dari podium utama, Mr. Ackerman berdiri di depan meminta untuk semua yang hadir memusatkan atensi pada apa yang akan dia ucapkan.

“Terima kasih untuk semuanya yang telah hadir di agenda bulanan kita, The Ackermans merasa terhormat untuk menjamu para tamu semua di mansion keluarga milik kami yang agung.”

Suara riuh tepuk tangan mulai menggema di seluruh sudut venue, di samping Pieck dan Jean—yang baru saja bergabung setelah menemui teman-temannya, ada Levi terus menekuk mukanya dan Petra yang bertepuk tangan gembira. Pieck memang tidak pernah sekalipun melihat guratan yang suram di air muka kakak iparnya, berbeda dengan Levi, kakak lelakinya. Sedangkan adik perempuannya, Mikasa, berdiri paling dekat dengan podium di sayap kanan kanan bersama sang kekasih, Eren Jaeger.

“Selain itu, ijinkan aku memberi tahu semuanya tentang kabar bahagia yang kami dapatkan,” semua yang hadir di venue berusaha untuk memfokuskan pendengarannya setelah Mr. Ackerman selesai dengan pembukaan pidato singkatnya.

“Petra Ral, putri kami yang merupakan istri dari anak sulungku telah mengandung jabang bayi yang akan menjadi cucu pertama berdarah Ackerman generasi keempat,” kabar pertama yang langsung disambut oleh tepuk tangan dan suka cita dari mereka yang berada di dalam venue, sedangkan Levi hanya mengulas senyum singkat sebagai rasa terimakasih sambil memeluk Hanji posesif dari samping.

“Kemudian, putri tertuaku, Pieck Ackerman, yang sungguh menawan, dia baru saja pulang dari rangkaian tur orkesnya yang berskala besar di Eropa.”

Pieck hanya mengangkat gelas sampanyenya sambil beberapa kalo menunduk dan melempar senyum simpul, tanda terimakasih.

Last but not least, ini untuk putri bungsu-ku, Mikasa Ackerman. Hari yang ditunggunya telah tiba, tali persatuan keluarga Ackerman dan Jaeger akan terwujud sepenuhnya dan semakin erat berkat kedua putra dan putri bungsu kami.”

“Grisha, silakan. The time is yours, ucapkanlah sepatah dua patah kata untuk melengkapi kabar bahagia ini.”

Semua orang bahkan Levi dan Pieck terkejut mendengar apa yang ayah mereka umumkan di atas podium. Suasana seolah menjadi sedikit lebih tidak terkontrol dengan adanya bisikan dan sorak sorai yang Pieck tahu, berasal dari teman-teman Mikasa yang berada di sayap kanan venue acara ini. Terlihat Grisha Jaeger mulai beranjak dari tempat duduknya dan melangkah menaiki podium yang membuat suasana menjadi kembali kondusif. Namun pandangan Pieck dialihkan ke samping kirinya, melihat Levi yang gusar.

Pieck akhirnya tahu bahwa bukan dirinya saja yang tidak diberi informasi mengenai pengumuman rencana pertunangan adik bungsu mereka. Lain halnya dengan Levi yang berdiri gusar, Pieck berhasil tetap tenang dan menyimpan segala pertanyaan untuk sementara waktu. Sedangkan Mikasa dan Eren yang sama-sama telah mendapat seluruh pusat perhatian hanya terlihat raut kebahagiaan dari kedua wajah mereka.

“Dalam kesempatan kali ini, saya harap semua orang bersuka cita dengan kabar bahagia yang dibawa oleh kedua keluarga, Ackerman dan Jaeger. Putra dan putri bungsu kami, Eren dan Mikasa, akan resmi bertunangan.”

“Oleh karena itu, kami ingin berbagi kebahagian ini bersama-sama atas bersatunya dua keluarga kami. Bersulang!” lanjut Grisha yang mengangkat gelas sampanyenya, diikuti oleh Mr. Ackerman sambil membenarkan ucapan calon besannya.

Levi kian memandang ayahnya dari sisi sayap kiri di bawah podium dengan geram juga Petra yang berusaha menenangkan suaminya dengan celotehan jenaka ala Petra. Selain itu, kedua netra Pieck tidak luput dalam mengamati gelagat suaminya sendiri yang berdiri di samping kanannya. Nampaknya tidak hanya Levi yang berusaha meredam emosi, begitu juga dengan Jean yang alisnya bertaut dan rahangnya terlihat mengeras. Pandangan mata Pieck turun ke telapak tangan suaminya yang terkepal kencang sampai buku jarinya memutih. Pieck paham benar mengapa Jean bersikap demikian, sebab Mikasa Ackerman adalah cinta pertama Jean Kirstein.