“Kenapa sampe sekarang proposal baksos belom gue terima juga, Ino?”
Shikamaru nggak membuang banyak waktu untuk nyemprot Ino dengan kalimatnya setelah agenda rapat dadakan sore itu dibuka. Suasana rapat dari awal memang sudah cukup mencekam. Namun sebenarnya suasana seperti ini, di mana Shikamaru kelihatan sedang marah seperti asumsi beberapa orang, adalah suasana baru bagi mereka karena sebelumnya kahim mereka nggak pernah se-sinis itu ketika bertanya di forum.
Belum sempat Ino menjawab, Chouji sudah mendahului cewek itu, menjadi wakilnya untuk memberikan sebuah klarifikasi, “Eh? proposal udah ada di gue kok, Shik. Kata Ino lo udah oke.”
Shikamaru beralih ke Choji dan mengangkat sebelah alisnya karena ingat jelas dia belum menerima proposal dari Ino, apalagi bilang oke. “Lo lihat di situ ada tanda tangan gue atau nggak?”
“Belum ada.” kata Choji sambil menggeleng.
“Berarti bisa lo simpulkan sendiri kan? Udah gue oke-in belom tuh proposal??”
Chouji terdiam, begitu pula dengan seluruh pengurus inti himpunan yang hadir pada rapat sore itu. Semua pengurus himpunan juga tahu kalau proposal sudah oke atau di-approve, berarti di situ akan ada tanda tangan dari ketua himpunan.
Mereka sempat punya firasat jelek waktu Shikamaru tiba-tiba ngechat di grup buat minta rapat yang super mendadak. Firasat mereka pada akhirnya terjawab. Ternyata betul… Shikamaru marah. Kalau Shikamaru marah, berarti dunia sedang tidak baik-baik saja. Memang sih, setelah kembali dari puncak dan beberapa hari ini mood Shikamaru kelihatan jelek, tapi mereka nggak nyangka suasana bakal jadi seperti ini.
Hampir dua menit belum ada respon sebab nggak ada yang berani mencoba untuk mendinginkan kepala Shikamaru, termasuk Naruto yang biasanya membantu si kahim ketika dia sedang menemui beberapa masalah.
Shikamaru lanjut bertanya ke Chouji, “Terus kenapa proposal nya lo tanda tanganin duluan? Lo harusnya paham, proposal harus dapet tanda tangan kahim dulu baru ketua pelaksana. Paham gak???”
“Iya Shik paham…” jawab Choji lirih, “Tapi Ino bilang katanya lo gampang nanti aja.” Jujur saja Choji kehilangan alasan buat menjawab, dia jadi nggak enak karena terkesan memojokan Ino.
Sedangkan pengurus inti himpunan lainnya merutuki Chouji yang hanya akan memperkeruh suasana hati Shikamaru dengan jawaban seperti itu. Kepala departemen pengabdian masyarakat itu memang terlalu jujur dan kadang terlampau polos, sampai-sampai kurang bisa membaca situasa kapan ketika dia harus berbohong sedikit.
Shikamaru menghela napasnya dengan kasar, kemudian melirik Ino tajam. Tidak percaya, karena satu masalah yang terjadi di antara mereka (dan tentu saja nggak ada orang yang tahu tentang masalah apakah itu), cewek itu sampai bertindak menyalahi peraturan demi kabur dari jangkauan Shikamaru.
“Anying, Cho! Gue tau lo temen dia tapi bisa gak stop mau dibego-begoin??” lanjut Shikamaru diiringi dengan nada yang naik satu tingkat.
“Terus lo,” Shikamaru menunjuk Ino tepat di depan wajah cewek itu dengan telunjuknya, “Jangan karena menurut lo—gue ini ‘gampangan’ jadi lo bisa seenaknya sendiri nyalahin aturan. Di sini, gue kahim lo!”
Kalau bukan karena fakta bahwa Ino betulan menyalahi aturan, pasti salah satu di antara pengurus inti himpunan sudah bakal mencoba untuk menghentikan Shikamaru. Sore itu mereka cuma bisa membiarkan Shikamaru bertindak sampai mungkin bisa meledak, karena mereka tahu kalau Shikamaru punya alasan untuk marah meskipun masalah itu bisa diatasi dengan kepala dingin.
“Nggak usah tersinggung gitu dong!” Ino yang bakal langsung ngebacok ketika dirinya disenggol mencoba untuk membela diri tanpa menyadari dia salah atau benar, “Lo out of context tau gak?? ‘Gampang nanti’ yang gue bilang ke Chouji itu maksudnya bukan lo ‘gampangan’, beda!”
Shikamaru memutar bola matanya mendengar argumen Ino dan membalas omongan cewek itu dengan penuh tekanan, “Argumen lo juga out of context! Di sini gue lagi bahas lo yang menyalahi rules himpunan!”
Perdebatan semakin panas, mereka nggak pernah melihat Shikamaru dan Ino berdebat sampai muka kahim mereka jadi super merah. Di sisi lain Ino sempat mau buka mulut lagi namun Sakura yang berada di sebelahnya langsung menyikut cewek itu, memberikan tanda supaya dia nggak mencoba nekat buat membalas kata-kata Shikamaru lagi. Bisa berabe kalo keduanya nggak berhenti adu mulut di tengah-tengah rapat dan bikin suasana semakin keruh, apalagi kalau sampai bawa-bawa masalah pribadi. Sedemen-demen nya mereka dengan gossip dan drama, kali ini bukan waktu yang tepat.
Ternyata belum cukup sampai di situ, Shikamaru lagi-lagi mengomel. Seolah-olah nggak ada hari lain saja. Seolah-olah kalau dia nggak mengomel hari ini, IPK mereka bakal turun, atau nominal UKT mereka bakal naik.
“Terus ini juga, logistik udah Choji suruh buat ngelist barang apa yang butuh surat pinjaman. Mana list nya?!”
“Sori Shik…” Kiba sebagai koordinator logistik yang sedang ketar-ketik di pojok sekre terpaksa menjawab seadanya, “List-nya belum beres. Masih ada—“
“Lo ngerti yang namanya disiplin dan tepat waktu gak, Kiba Inuzuka?!”
Shikamaru punya sifat chill dan santai, meskipun disiplin tetap nomor satu, dia nggak pernah mau repot mencak-mencak entah serumit apapun masalahnya. Maka ketika tahu duduk perkara masalah yang membuat Shikamaru meledak adalah datang dari Ino dan proposal bakti sosial, mayoritas pengurus inti himpunan sempat bertanya-tanya. Sebab Ino bukan tipikal orang yang bakal teledor sama peraturan se-sepele urutan minta tanda tangan.
Imbasnya sampai bikin beberapa pengurus inti yang ada di dalam lingkaran rapat itu sempat menahan napas ketika Shikamaru nggak berhenti ngomel. Tapi juga ada beberapa pengurus inti yang demen ghibah seperti Naruto dan Sai kini otaknya sedang sibuk berputar, pasti ada alasan lain yang menjadi trigger kemarahan Shikamaru hari ini.
Pasti ada alasan yang membuat Ino menghindari Shikamaru, sampai mengorbankan proposal proker yang akan mereka laksanakan itu. Kalau cuma karena teledor, kesalahan teknis, dan sedikit keterlambatan—rasanya nggak mungkin Shikamaru bakal semarah ini. Toh biasanya juga dia tetap santai waktu menanggapi masalah serupa sebelumnya. Apalagi mereka sempat dengar kalau Shikamaru dan Ino sempat cekcok pada hari mereka melakukan survey baksos itu. Namun nggak ada yang mempermasalahkan hari itu juga karena besoknya, Ino dan Shikamaru sudah terlihat biasa saja.
Pasti ada sesuatu di antara Ino dan Shikamaru.
Untungnya, Neji berhasil menanangkan Shikamaru sedikit sehingga meskipun selanjutnya rapat masih berjalan dengan super canggung, biasanya mereka selalu rapat dengan diselingi berbagai gurauan dan canda tawa. Namun kali ini tidak. Shikamaru tiba-tiba mengkritik semua hal yang rekan-rekannya sampaikan ketika merasa penyampaian mereka tentang progres proker baksos nggak sesuai dengan kemauan Shikamaru.
Sore yang berat, mereka cuma bisa ngebatin kalau rapat ini akan berjalan dengan lama dan super tegang. Yah mau bagaimana lagi, tetap semangat deh :)